Anggrek Moi menjadi anggrek pertama di Papua Barat dengan status IUCN Sangat Terancam Punah (Critically Endangered)
Ketika suatu spesies makhluk hidup telah punah, maka kerugian yang tidak ternilai akan terjadi
Mengenal IUCN Red List
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources atau yang biasa kita sebut sebagai IUCN merupakan organisasi internasional yang bergerak dalam bidang konservasi biodiversitas. Salah satu produk dari IUCN yang terkenal adalah daftar merah atau Red List yang berisikan daftar spesies hasil assessment atau penilaian status keberlangsungan hidup spesies tersebut di alam. Spesies yang telah dilakukan penilaian dikategorikan menjadi sembilan kategori berdasarkan tren populasi, struktur dan ukuran populasi, distribusi geografi, ketersediaan dan kebutuhan habitat, dan juga ancaman kepunahannya. Sembilan kategori tersebut antara lain, yaitu:
- Belum dievaluasi (Not Evaluated),
- Informasi Kurang (Data Deficient),
- Beresiko Rendah (Least Concern),
- Hampir Terancam (Near Threatened),
- Rentan (Vulnerable),
- Terancam Punah (Endangered),
- Sangat Terancam Punah (Critically Endangered),
- Punah di Alam Liar (Extinct in the Wild), dan
- Punah (Extinct)
Informasi yang ada pada Red List IUCN telah digunakan dan menjadi standar global untuk menentukan arah kebijakan konservasi suatu spesies. Semua data yang telah terpublikasi di IUCN Red List telah melewati proses panjang, mulai dari pre-assessment (data compilation), assessment, review, submission, sampai dengan publication. Proses panjang tersebut dilakukan oleh para peneliti dan pakar yang ahli pada bidangnya masing-masing, sehingga membuat kualitas publikasi ilmiah yang ada di IUCN terjaga dengan baik. Setiap spesies yang telah dilakukan penilaian status IUCN memerlukan data tren dan ukuran populasi, distribusi, ekologi dan preferensi habitat, kegunaan dan perdagangan, ekosistem servis, ancaman, dan rekomendasi arah aksi konservasi.
Anggrek Suku Moi
Dendrobium moiorum merupakan anggrek jenis baru yang ditemukan di Taman Wisata Alam Sorong dan telah dipublikasikan pada tanggal 28 Januari 2020 di jurnal Jurnal Phytotaxa 430 (2): 142-146 (https://doi.org/10.11646/phytotaxa.430.2.5). Anggrek Moi merupakan kelompok jenis anggrek epifit yang dicirikan tumbuh menempel pada permukaan batang atau ranting pohon tanpa mengambil nutrisi dari pohon inang. Anggrek ini memiliki habitat di hutan hujan tropis dataran rendah pada lokasi teduh dan semi terbuka yang tidak mendapat sinar matahari langsung pada ketinggian sekitar 100 mdpl. Meskipun sampai publikasi jenis baru ini diterbitkan pada tahun 2020 Dendrobium moiorum hanya ditemukan di TWA Sorong. Namun diduga kuat persebaran Anggrek Moi juga terdapat pada hutan-hutan alami yang ada di daerah Sorong Raya. Anggrek ini teramati berbunga pada bulan Februari dan Juli hingga September.
Dendrobium moiorum memiliki kemiripan dengan Dendrobium istmiferum J.J.Sm. (Smith, 1935: 41), seperti kumpulan papila pada bagian tengah antara dua keels yang bergelombang, tetapi berbeda pada bagian tengah bibir bunga (labellum) dengan tepi yang sangat bergelombang. D. moiorum memiliki bunga dengan lebar yang cukup besar, yakni sekitar 8 cm dan daun yang panjang, yakni sekitar 23.5 cm. Keunikan spesies ini terletak pada bagian bibir bunga, berbeda dengan spesies lainnya dari section Diplocaulobium yang memiliki pangkal bibir bunga berwarna merah atau ungu, D. moiorum memiliki warna putih-kuning polos yang merupakan suatu hal langka pada section Diplocaulobium.
Epitet nama moiorum memiliki arti “Belong to Moi Tribe atau Milik Suku Moi”. Suku Moi merupakan suku asli yang memiliki hak ulayat adat di wilayah Sorong dan sekitarnya. Penamaan Anggrek Moi merupakan penghargaan kepada Suku Moi karena telah turut serta menjaga dan melestarikan kawasan TWA Sorong. Penamaan Anggrek Moi diharapkan dapat meningkatkan kebanggaan Suku Moi atas kekayaan biodiversitas yang dimiliki. Penamaan Anggrek Moi menjadi sangat penting untuk menjalin kepercayaan antara BBKSDA Papua Barat dengan Masyarakat Suku Moi dalam pengelolaan kawasan konservasi TWA Sorong.
Status Anggrek Moi dalam IUCN Red List
Penilaian status konservasi IUCN Dendrobium moiorum dilakukan oleh Helen Chadburn dari Royal Botanic Garden Kew dan Reza Saputra, PEH BBKSDA Papua Barat yang juga tergabung ke dalam Orchid Specialist Group, Species Survival Commision, IUCN. Dendrobium moiorum menjadi anggrek ke dua di Tanah Papua dan yang pertama di Papua Barat dengan status IUCN Critically Endangered (CR) atau Sangat Terancam Punah. Pada Provinsi Papua, terdapat anggrek Dendrobium brillianum dengan status Critically Endangered (possibly extinct) yang terakhir ditemukan pada tahun 1911 di sekitar Jayapura. Dendrobium moiorum memiliki kesamaan dengan Dendrobium brillianum dalam hal tempat ditemukannya, yakni di pinggiran kota besar di Pulau Papua. Kota Sorong dengan pembangunan infrastruktur dan fasilitas kota yang masif, sedikit banyak akan merambah kepada habitat Dendrobium moiorum. Spesies ini memiliki ancaman antara lain, yaitu perubahan fungsi lahan, pemekaran kampung, dan juga perburuan liar. Jika terus diabaikan, bukan tidak mungkin Anggrek Moi dapat memiliki nasib yang sama dengan Dendrobium brillianum atau mungkin lebih parah, yakni punah di alam (extinct in the wild).
Mungkin para pembaca berpikir, padahal spesies ini merupakan spesies yang baru ditemukan namun mengapa sudah terancam kepunahan?. Jadi penilaian ini dilakukan berdasarkan semua informasi yang dimiliki selama lebih dari tiga tahun melakukan eksplorasi anggrek pada beberapa hutan di Provinsi Papua Barat. Informasi tersebut berupa tren, struktur dan ukuran populasi, distribusi geografi, ketersediaan dan kebutuhan habitat, serta ancaman kepunahannya. Berdasarkan hasil eksplorasi tersebut, hanya ditemukan 26 individu dewasa Anggrek Moi yang terpisah ke dalam 3 subpopulasi di TWA Sorong. Kemudian ditambah dengan fakta lokasi ditemukannya Anggrek Moi yang dekat dengan pemukiman masyarakat dan rawan perburuan. Sehingga jika dilakukan analisis area okupasi (area of occupancy) dan frekuensi/tingkat kehadiran (extent of occurrence) didapatkan hasil Critically Endangered di bawah kriteria D dan Endangered di bawah kriteria B. Sebagai langkah kehati-hatian dalam strategi konservasi, tim assessor dan reviewer memutuskan Dendrobium moiorum sebagai spesies dengan kategori Critically Endangered (CE).
Prioritas penelitian konservasi Anggrek Moi yang pertama adalah mendapatkan data komprehensif terkait distribusi spesies dan ukuran populasinya. Sampai dengan awal tahun 2022, terdapat data tambahan dua populasi di tempat yang cuku berjauhan. Data ini akan digunakan ketika dilakukan penilaian ulang (re-assessment) status IUCN Red List.
Jika para pembaca ada yang memiliki info terkait keberadaan jenis ini, silahkan menghubungi Balai Besar KSDA Papua Barat di alamat email reza.saputra@menlhk.go.id.
Penulis: Reza Saputra – Pengendali Ekosistem Hutan, Balai Besar KSDA Papua Barat
Dipublikasikan pada 22 April 2022
Daftar acuan:
Chadburn, H. & Saputra, R. 2021. Dendrobium moiorum. The IUCN Red List of Threatened Species 2021: e.T192085536A192087657. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2021-3.RLTS.T192085536A192087657.en. Accessed on 25 April 2022.
Saputra, R., M.A.K. Naive, J.F. Wanma, & A. Schuiteman. 2020. Dendrobium moiorum (Orchidaceae: Epidendroideae), a new species of Dendrobium section Diplocaulobium from West Papua, Indonesia. Phytotaxa Vol. 430 No. 2. https://doi.org/10.11646/phytotaxa.430.2.5