Pengembangan Ekowisata Kampung Waifoi
- Gambaran Umum
Kampung Waifoi adalah salah satu kampung di pelosok Kabupaten Raja Ampat yang lokasinya berada di ujung Teluk Mayalibit. Dari pusat Ibukota kabupaten, untuk menuju ke kampung Waifoi dapat ditempuh menggunakan moda transportasi laut (kapal speedboat/longboat) dengan waktu tempuh ±2 jam perjalanan. Walau demikian, Kampung Waifoi memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dengan hutan alam tropis di belakang kampung, hutan mangrove yang membentang luas di sepanjang pesisir pantai, dan laut Teluk Mayalibit yang menghampar biru di depan muka Kampung Waifoi yang asri.
Sebagai kampung yang masih sangat tradisional dan masuk dalam kategori 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), masyarakat di Kampung Waifoi mayoritas masih bermatapencaharian sebagai pemburu, peramu, dan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsisten sehari-hari (jumlah peduduk: 53 KK, 122 jiwa). Sebagai masyarakat yang banyak menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam, maka sumber daya alam itu sendiri yang akan paling terdampak dari aktivitas matapecaharian yang dilakuka masyarakat seiring dengan meningkatnya berbagai kebutuhan hidup. Perlu diketahui, bahwa wilayah Teluk Mayalibit juga menjadi salah satu wilayah penyumbang perburuan illegal satwa dilindungi yang cukup tinggi, penebangan pohon secara berlebihan, dan penangkapan sumber daya laut yang tidak ramah lingkungan.
Resah dengan kondisi tersebut, Zakarias Gaman, Laorens Gaman, Yopi Gaman, bersama dengan 12 orang dari Kampung Waifoi membentuk kelompok untuk mengembangkan ekowisata agar potensi sumber daya alam yang melimpah dapat dijaga dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Secara rinci, kegiatan yang dikembangkan sebagai berikut:
- Membangun homestay secara perlahan yang diberi nama “Saupon Mangrove Homestay” di tengah-tengah hutan mangrove yang masih alami dengan sepenuhnya dikelola oleh kelompok untuk memberikan alternatif ekonomi bagi masyarakat kampung memanfaatkan peluang Kabupaten Raja Ampat sebagai destinasi pariwisata internasional. Saupon Mangrove Homestay menawarkan konsep ekowisata yang berbeda dengan wisata di Raja Ampat yang pada umumnya hanya memberikan atraksi berbasis laut (snorkling/diving). Di “Saupon Mangrove Homestay”, wisatawan akan ditawarkan berbagai potensi yang menawarkan keindahan alam, keanekaragaman hayati, dan budaya lokal masyarakat setempat sehingga lebih bernuansa konservasi dan edukasi. Dengan adanya “Saupon Mangrove Homestay” tercipta peluang-peluang bagi anggota kelompok seperti menjadi guide lokal, pembuat masakan, cleaning service, pengelola homestay, dan pengantar/jemput tamu yang diatur pembagian pendapatannya secara proporsional oleh pengurus kelompok.
- Mengembangkan atraksi-atraksi ekowisata yang mendukung pelestarian alam dan budaya lokal masyarakat setempat seperti:
- Atraksi menjelajahi sungai mangrove sepanjang ±1km dengan kondisi tegakan mangrove yang masih terjaga alami.
- Atraksi mempersembahkan tarian lokal diiringi lagu dengan ukulele yang dimainkan oleh anggota kelompok.
- Atraksi menangkap kepiting bakau dan kepiting rajungan dengan metode tradisional yang disebut “Balobe”.
- Atraksi menokok sagu mulai dari proses menumbuk hingga memperoleh sari sagu (salah satu sumber makanan pokok masyarakat Papua).
- Atraksi mengenal dan melepas teripang di keramba budidaya teripang.
- Atraksi menikmati matahari terbit dan matahari terbenam di puncak bukti dengan pemandangan yang sangat indah memadukan laut, hamparan hutan, pulau-pulau kecil, gunung, dan cahaya matahari terbit atau tenggelam.
- Atraksi mengunjungi air terjun di tengah-tengah hutan yang masih alami.
- Atraksi menyaksikan burung cenderawasih menari-nari di alam liar (birdwatching).
- Atraksi forest healing dan jugle trekking dengan mengajak wisatawan berjalan-jalan di dalam hutan alam yang masih alami sambil mengenalkan potensi flora-fauna yang ada di dalamnya.
Tanpa adanya komitmen dari kelompok ekowisata untuk menjaga alam dan budaya mereka, atraksi-atraksi tersebut tidak akan dapat ditawarkan kepada wisatawan sehingga keberlanjutan ekowisata di sana juga selaras dengan kelestarian alam dan budaya mereka.
- Menjalankan patroli pengawasan secara rutin. sebagai wujud komitmen mereka dalam menjaga sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, kelompok membentuk tim Spatial Monitoring and Reporting Tool (SMART) Patrol yang bertugas untuk melakukan patrol rutin untuk mendata potensi keanekaragaman hayati, permasalahan, dan ancaman serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk meminimalisir aktivitas-aktivitas yang dapat merusak sumber daya alam baik di darat maupun di laut. SMART Patrol mulai aktif dilaksanakan sejak tahun 2021 oleh 6 orang anggota tim setiap bulannya dengan rata-rata 3-5 hari menyusuri hutan.
- Mengembangkan budidaya teripang. Sebagai salah satu alternatif ekonomi yang juga dikembangkan oleh masyarakat untuk memanfaatkan potensi sumber daya laut yang berkelanjutan, kelompok mengembangkan budidaya teripang. Kelompok dengan dukungan mitra terkait membangun keramba teripang seluas 2 hektar (menjadi keramba teripang terluas yang pernah ada di Papua yang dibuat oleh masyarakat). Keramba dibuat dengan bergotong royong selama 1 bulan penuh. Kelompok melakukan budidaya dengan menerapkan konsep sasi yaitu metode konservasi tradisional dengan memberikan masa waktu tertentu agar teripang tidak dipanen sampai batas waktu yang disepakati oleh anggota kelompok. anggota juga aktif meminta masukan kepada mitra terkait untuk mendapatkan pembelajaran cara budidaya teripang yang baik sehingga mereka tidak hanya memindahkan teripang dari laut ke dalam keramba tetapi juga melakukan serangkaian perlakuan agar teripang di dalam keramba dapat tumbuh besar lebih cepat. Saat ini sudah ada lebih dari 800 ekor teripang yang dibudidayakan.
- Beberapa Pencapaian Kelompok Ekowisata Waifoi
- Telah mengelola usaha ekowisata berupa ‘Saupon Mangrove Homestay” beserta atraksi-atraksinya. Pada tahun 2023, tercatat telah berkunjung wisatawan sebanyak 120 orang dari 17 Negara dengan nilai ekonomi yang masuk sebesar 135 juta/tahun. Pendapatan tersebut naik signifikan dari nilai yang masuk pada tahun 2019 yang hanya memperoleh 15 juta/tahun.
- Pada awal inisiasi, “Saupon Mangrove Homestay” hanya memiliki 2 homestay kecil dengan kapasitas tampung 4 orang wisatawan. Saat ini sarpras “Saupon Mangrove Homestay” sudah meningkat signifikan dengan daya tampung telah mencapai untuk 20 orang wisatawan, perlengkapan kamar homestay yang memadai, kelengkapan APD bagi wisatawan yang akan masuk ke hutan, memiliki speedboat dan longboat untuk tamu, dan perlengkapan patroli yang cukup.
- Pada awal inisiasi, anggota kelompok yang dibentuk beranggotakan 15 orang. Pada saat ini, anggota kelompok sudah meningkat menjadi 30 orang dengan mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Kampung, bahkan masyarakat dari kampung sekitar juga mulai datang mengikuti aktivitas yang dilakukan oleh kelompok di “Saupon Mangrove Homestay” untuk belajar.
- Pada awal inisiasi, “Saupon Mangrove Homestay” hanya menyediakan homestay saja bagi wisatawan yang ingin menginap di tengah hutan mangrove (transit), namun saat ini kelompok telah mengembangkan atraksi wisata menjadi 9 atraksi, mengembangkan paket wisata 3 hari 2 malam (3D2N), dan menyediakan pemandu lokal bagi para wisatawan yang datang.
- Hasil dari kegiatan SMART Patrol dari tahun 2021 sampai dengan 2023 tercatat telah mengumpulkan informasi mengenai keanekaragaman hayati pada hutan mangrove, hutan dataran rendah, dan hutan submontana dengan titik temuan sebanyak 558 titik yang meliputi tumbuhan, jamur, burung, insekta, reptil, dan amfibi. Beberapa jenis yang telah teridentifikasi yaitu sebanyak 147 jenis tumbuhan, 2 jenis mamalia, 19 jenis amfibi, 13 jenis reptil, dan 58 jenis anggrek.
- Hasil budidaya teripang tahun 2023 mencapai 800 ekor teripang dengan nilai ekonomi sebesar 150 juta.
- Hutan mangrove dan hutan di sekitar Kampung Waifoi saat ini telah dipasangi papan-papan larangan perusakan.
- Pada tahun 2021, kelompok ekowisata Waifoi mendapatkan penghargaan apresiasi Direktur Jenderal KSDAE sebagai desa binaan terbaik ke-3 nasional dalam puncak perayaan Hari Konservasi Alam Nasional di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
- Secara berturut-turut tahun 2022 dan tahun 2023, perwakilan kelompok juga diminta oleh Dinas Pariwisata Kab. Raja Ampat untuk mewakili Pemda mempromosikan wisata Raja Ampat dalam acara DEEP and EXTREME Indonesia Expo di Jakarta.
- Aktivitas yang dilakukan oleh Kelompok Ekowisata Waifoi telah menghasilkan beberapa publikasi:
- Buku “Menyalakan Lilin Membangun Harapan” karya R. Basar Manullang tahun 2020.
- Jurnal ilmiah berjudul “Developing of Integrative Ecotourism in Waifoi Village, Papua Barat, Indonesia” pada Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Sinta 2, karya Mutiono tahun 2020.
- Salah satu tulisan dalam buku “Senandung Merdu Punggawa Taman” yang dipublikasikan oleh Tim Ditjen KSDAE tahun 2021, berjudul “Inikah yang Disebut Sepenggal Surga?”.
- Salah satu tulisan dalam buku “100+ Inovasi KSDAE” yang dipublikasikan oleh Tim Ditjen KSDAE tahun 2022, berjudul “Inovasi Pendampingan Jarak Jauh, Sebuah Alternatif”.
- Salah satu karya tulis dalam buku “Antologi Esai Kumpulan Karya Tulis SDGs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2021” yang dipublikasikan oleh Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal KLHK tahun 2021, berjudul “Ekowisata Kampung Waifoi Wujud Kontekstualisasi Pembangunan Berkelanjutan di Tanah Papua”.
- Dipresentasikan sukses story-nya dalam forum “58th Annual Meeting of the Association for Tropical Biology and Conservation” di Kota Cartagena City, Colombia tahun 2022 dengan judul “Conservation Lifestyle: A Formula for Local Communities Empowerment in Tropical Forest Case Study of West Papua, Indonesia”.
- Dampak Kegiatan Kelompok Ekowisata Waifoi
- Terjaganya ekosistem mangrove yang masih alami, hutan Cagar Alam Waigeo Timur, dan hutan-hutan tropis dataran rendah dan hutan submontana yang berdampingan dengan Kampung Waifoi.
- Teridentifikasinya potensi kehati di sekitar Kampung Waifoi oleh mereka sendiri yang membuat mereka semakin mengenal dan paham kekayaan hayati yang ada di sekitar mereka. Dari SMART Patrol saja mereka telah berhasil mengidentifikasi dan menemukan sebanyak 147 jenis tumbuhan, 2 jenis mamalia, 19 jenis amfibi, 13 jenis reptil, dan 58 jenis anggrek yang mereka tahu betul dimana lokasinya, menyimpan dokumentasinya, dan dapat membawa wisatawan untuk datang melihatnya.
- Telah tercipta alternatif ekonomi baru yang sebelumnya masyarakat berinteraksi dengan sumber daya alam untuk berburu, meramu, nelayan, atau peladang tradisional, saat ini di Kampung Waifoi yang notabene berada di pelosok, telah ada kegiatan ekowisata yang menghasilkan nilai ekonomi sebesar 135 juta/tahun dan budidaya teripang yang menghasilkan nilai ekonomi sebesar 150 juta/tahun.
- Mulai dikenalnya Kelompok Ekowisata Waifoi oleh stakeholders, anggota kelompok mulai aktif untuk mengikuti kegiatan pelatihan atau promosi di luar kampung yang diselenggarakan oleh mitra-mitra bahkan di luar kota yang tentunya dapat meningkatkan softskill dan menambah sumber pendapatan bagi mereka.
- Tingkat percaya diri masyarakat semakin meningkat walaupun mereka tinggal di daerah pelosok yang masih banyak keterbatasan, mereka tetap bangga dengan kampung, hutan, dan potensi kehati yang ada di sekitar kampung mereka karena dengan itu, mereka dikenal oleh dunia, mendapat penghargaan, dapat bermitra dengan strakeholders, serta menjadi harapan baru bagi anak-anak muda kampung yang tidak mampu merantau karena keterbatasannya untuk belajar dan mengembangkan diri.
- Budaya lokal mereka lestari karena beberapa atraksi yang disajikan untuk wisatawan berbasis pada budaya lokal masyarakat setempat.
- Berkat usaha keras bersama, saat ini pengembangan Saupon “Mangrove” Homestay juga telah mendapatkan dukungan dari Pemerintah Pusat (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Balai Besar KSDA Papua Barat), Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya (Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif), Pemerintah Kabupaten Raja Ampat (Dinas Pariwisata dan Dinas Perikanan), BUMN (PT. Pertamina Refinery Unit VII Kasim, dan NGO (Fauna & Flora International, Himpunan Pramuwisata Indonesia, dan Yayasan Kasuari Tanah Papua)