Rempah dari Timur Indonesia yang telah mendunia: Pala Papua (Myristica argentea Warb.)

“Pada era globalisasi ini penguatan pemanfaatan tumbuhan lokal
sangat penting untuk dilakukan” -Ervizal A.M. Zuhud

 

Pemanfaatan tumbuhan asing yang lebih dominan dibandingkan tumbuhan lokal, dapat mengancam keberlangsungan tumbuhan lokal. Jika ketahanan tumbuhan lokal tidak kuat, maka tumbuhan lokal tersebut cenderung akan hilang tergerus globalisasi. Hal tersebut dikarenakan masyarakat lebih memilih membudidayakan dan menggunakan spesies tumbuhan asing. Lebih lanjut, globalisasi dapat menyebabkan kepunahan tumbuhan lokal secara masal. Namun hal tersebut tidak akan terjadi jika pemanfaatan tumbuhan lokal kuat. Sebaliknya, globalisasi akan menjadi faktor positif terhadap kesejahteraan rakyat dan suku yang ada di pedalaman. Contohnya tumbuhan Pala Papua (Myristica argentea Warb.) yang menjadi salah satu komoditas utama dan telah menyejahterakan sebagian warga Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Indonesia.

 

Kabupaten Fakfak dan Pala Papua

Kabupaten Fakfak terletak di bagian selatan Provinsi Papua Barat, Indonesia. Jika dilihat dari peta Provinsi Papua Barat, Kabupaten Fakfak terletak di leher kepala burung. Kabupaten Fakfak memiliki luas 1.432.000 hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 87.894 individu (BPS Kabupaten Fakfak, 2021). Masyarakat di Kabupaten Fakfak terkenal dengan toleransi perbedaan suku dan agamanya, sehingga terdapat istilah “satu tungku tiga batu”. Istilah tersebut telah disimbolisasi dengan didirikannya patung satu tungku tiga batu yang ada di pusat Kabupaten Fakfak.

Masyarakat Kabupaten Fakfak secara umum menyebut Pala Papua sebagai “Pala Fakfak” atau “Hanggi (dibaca henggi)”. Pala Papua tersebar dari Semenanjung Kepala Burung, Papua, sampai dengan Papua New Guinea. Oleh karena itu, Pala Papua disebut sebagai spesies asli dan endemik di Pulau Papua. Namun persebaran Pala Papua paling banyak berada di Papua Barat, khususnya Kabupaten Fakfak. Populasi Pala Papua yang ada di Kabupaten Fakfak tersebar di hutan-hutan Pegunungan Fakfak dan telah ada jauh sebelum bangsa Belanda datang. Biji M. argentea disebarkan secara alami oleh burung pemakan pala, yaitu Julang Papua (Rhyticeros plicatus).

Pala Papua (Myristica argentea Warb.) merupakan tumbuhan asli Papua yang berbeda spesies dengan Pala Banda (Myristica fragrans Houtt.) yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Kedua spesies tersebut cukup berbeda nyata berdasarkan ciri morfologi, sehingga sampai saat ini secara taksonomi kedua spesies tersebut dipisahkan ke dalam dua spesies yang berbeda (IPNI, 2021a; IPNI, 2021b). Pala Papua dan Pala Banda dapat dibedakan dari buah Pala Papua yang berukuran lebih besar dan lebih panjang dari Pala Banda. Selain itu, arilus Pala Papua juga lebih tebal dan lebih berwarna merah (Ma’mun 2013). Meskipun Pala Banda lebih terkenal sampai ke penjuru Eropa sejak abad ke 15, namun saat ini Pala Papua tidak kalah dengan segala potensinya. Berbeda dengan Pala Banda yang memiliki aroma sangat kuat, Pala Papua memiliki aroma yang sedikit lembut. Hal tersebut menciptakan produk aromatik berupa parfum dengan pasar dan target tersendiri.

Gambar 1. Struktur Pala (Myristica sp.)

Buah Pala yang ada di Kabupaten Fakfak dapat dimanfaatkan semua bagiannya. Namun berdasarkan informasi petani pala di Fakfak, bagian yang paling berharga adalah fuli atau arilus yang berwarna merah. Bagian tersebut dimanfaatkan sebagai bahan dalam industri parfum, obat-obatan, perisa makanan, dan lain-lain. Harga bagian fuli pada tahun 2021 paling rendah sekitar Rp. 200.000 per kilo. Selain bagian fuli, bagian lainnya juga sangat bermanfaat. Misalnya bagian daging buah atau mesokarp pala yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan sirup, dodol, sale, manisan, permen, jus, selai, dan lain-lain. Pada bagian biji, masyarakat Indonesia sudah sangat umum menggunakan bagian tersebut sebagai bumbu dapur dan bahan aroma terapi. Sedangkan bagian kulit bijinya dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti batok kelapa. Pembakaran kulit biji (testa) pala menghasilkan api yang tahan lama. Masyarakat umumnya menyebut kulit biji pala sebagai “batok pala” karena memiliki struktur kayu yang keras seperti batok kelapa. Pala Papua juga berpotensi sebagai bahan penghasil minyak pala.

Gambar 2. Arilus atau Fuli Pala Papua yang sedang dikeringkan dengan cara dijemur

Penelitian yang dilakukan oleh Ma’mun pada tahun 2013, membuktikan bahwa Minyak Pala Papua lebih banyak mengandung terpineol dan safrol dibanding minyak Pala Banda. Trimiristin yang terkandung dalam biji Pala Papua memiliki nilai yang cukup tinggi, yakni nilai rerata 79,55% dengan kemurnian 99,20%. Trimiristin dapat dimanfaatkan untuk industri sabun, losion, sampo, lipstik, pelumas, dan lemak nabati. Saat ini Indonesia masih melakukan impor trimiristin dari luar negeri. Hal tersebut menjadi peluang dan tantangan tersendiri bagi masyarakat Indonesia untuk dapat mengisolasi senyawa trimiristin dari dalam negeri. Mengingat Indonesia, termasuk Kabupaten Fakfak, merupakan salah satu penghasil terbesar biji pala di dunia dengan pangsa pasar dunia sebesar 75%.

Gambar 3. Masyarakat Papua yang tengah mencari rempah-rempah

 

Kabupaten Fakfak dalam mengelola Sumber Daya Alam Pala Papua

Pala Papua selain tumbuh secara alami di hutan-hutan Fakfak juga tumbuh dengan bantuan manusia. Sebagian besar masyarakat Fakfak membuka perkebunan pala di lahan hak ulayat atau miliknya. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Fakfak (2021), perkebunan pala terdapat pada 15 distrik dari 17 distrik yang ada di Kabupaten Fakfak dengan total luas 17.810 hektar (Gambar 4). Kabupaten Fakfak menghasilkan 1.462 ton pala dari keseluruhan perkebunan pala yang ada. Pada tahun 2019, Distrik Kramongmongga memiliki perkebunan pala terluas dengan luas 2.301,5 hektar. Sedangkan distrik dengan produksi pala terbanyak diperoleh distrik Teluk Patipi dengan hasil 240 ton.

Gambar 4. Diagram batang luas perkebunan dan produksi Pala Papua
di Kabupaten Fakfak pada tahun 2019
[Sumber: Kabupaten Fakfak dalam Angka tahun 2021, BPS Kab. Fakfak]

Pala Papua (M. argentea) mulai berbuah pada tahun ke 7, produksi buah pala meningkat sejalan dengan usia pohon. Usia pohon yang paling produktif adalah usia 25 tahun, dan berlanjut sampai pohon berusia 60-70 tahun (Wahyuni & Bermawie, 2020). Pemanenan dilakukan beberapa kali dalam satu tahun, yakni pada bulan Maret-April, Juni-Juli, dan November-Desember. Selain dari bulan-bulan tersebut pemanenan pala juga dapat dilakukan, namun hanya menghasilkan sedikit buah. Produksi buah pala di Kabupaten Fakfak berkisar dari 450  ̶  4.750 per pohon tiap tahunnya dengan rata-rata per pohon sebanyak 2.000 buah (Wahyuni & Bermawie, 2020).

Berdasarkan BPS Kabupaten Fakfak (Gambar 5), Kabupaten Fakfak memiliki perkebunan pala seluas 17.792 hektar dengan rerata produksi sekitar 1.834,68 ton dalam 12 tahun terakhir. Oleh karena tingginya potensi dan produksi pala tersebut, maka Kabupaten Fakfak disebut sebagai “Kota Pala”. Meskipun mengalami penurunan produksi pada beberapa tahun terakhir, namun produksi pala Kabupaten Fakfak pada tahun 2012 cukup besar, yakni mencapai 3.187,5 ton. Jika dibandingkan dengan luas areal perkebunan, produksi buah pala di Kabupaten Fakfak tergolong sedikit yakni hanya 75 kilo per hektar pada tahun 2019. Untuk meningkatkan produksi dan kualitas pala, pemerintah dan masyarakat Kabupaten Fakfak melakukan penanaman bibit pala unggul. Hal tersebut telah khusus diatur oleh Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No: 95/Kpts/KB.010/2/2017 tentang Pelepasan Varietas Fakfak sebagai Varietas Unggul Tanaman Pala.

Gambar 5. Diagram batang luas perkebunan dan produksi Pala Papua di Kabupaten Fakfak dari tahun 2008 sampai dengan 2019.
[Sumber: Kabupaten Fakfak dalam Angka tahun 2008-2021, BPS Kab. Fakfak]

Varietas unggul menghasilkan sebanyak 2.000-3.000 buah tiap tahunnya (Anandaraj et al. 2015; Miniraj et al. 2015). Penanaman varietas unggul terus dilakukan agar menghasilkan pohon pala yang produktif. Sampai dengan saat ini, program tersebut terus berjalan. Beberapa riset dan pendampingan masyarakat dilakukan untuk membantu proses dalam mendapatkan produksi Pala Papua yang tinggi dan berkualitas. Proses tersebut mulai dari pemilahan bibit unggul, penanaman, perawatan, pemanenan, sampai dengan paska produksi. Diharapkan kedepannya Kabupaten Fakfak memiliki produksi Pala Papua yang tinggi dan berkualitas, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasional dan internasional.

Distribusi penjualan Pala Fakfak mencapai kota-kota besar seperti Sorong, Surabaya, Makassar, bahkan sampai Cina dan Amerika Serikat (Saputra, 2016). Selain itu, biji dan fuli pala Fakfak sudah lama diekspor ke Amerika Serikat dalam jumlah besar melalui pangkalan militer di Pulau Guam, Lautan Pasifik, dan sebagian kecil dibawa oleh para pedagang ke pulau Jawa (Kambu, 2007). Tidak hanya bahan mentah, produk olahan jadi pala dengan merek Hanggi telah dipasarkan ke beberapa negara di Eropa, yakni Belanda, Perancis, Inggris, dan Jerman (Greg R. Daeng, 24 Oktober 2020, Serba serbi Pala Fakfak sebagai Identitas Adat Orang Fakfak – Bincang Alam Mongabay).

Gambar 6. Produk olahan sirup pala dengan merk Moscada yang umum dikonsumsi masyarakat Kabupaten Fakfak
[Sumber: Nikolas Djemris Imunplatia]

Dahulu Indonesia diperebutkan oleh Bangsa Eropa dikarenakan rempah-rempahnya, salah satunya yaitu pala. Pada masa itu, permintaan masyarakat dunia terkait rempah pala sangat amat tinggi. Karena akses yang sulit dan ketersediaan pala yang terbatas membuat harga pala setara dengan emas. Pada era globalisasi ini, perdagangan pala sudah jauh lebih mudah, sehingga Indonesia dapat mengekspor pala ke seluruh dunia. Pulau Papua saat ini telah dikenal sebagai kawasan dengan keanekaragaman tumbuhan tertinggi di dunia (Cámara-Leret et al. 2020). Dengan sangat bangga, Pala Papua atau Pala Fakfak (Myristica argentea Warb.) merupakan salah satu dari tumbuhan Papua yang sangat bernilai bagi masyarakat Fakfak. Apakah Indonesia dapat mengulang kesuksesan rempah-rempah berupa pala yang setara dengan harga emas?

 

Penulis: Reza Saputra – Pengendali Ekosistem Hutan, Balai Besar KSDA Papua Barat

 

 

Daftar Referensi:

Anandaraj, M., Devasahayam, S., Zachariah, T.J., Krishnamoorthy B., Mathew P.A., & Rema, J. 2015. Nutmeg extension pamphlet. Publ. V. A. Parthasarathy, Dir. Indian Inst. Spices Res: 1-7.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2012. Fakfak dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xliii + 476 hlm.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2013. Fakfak dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xxxviii+ 452 hlm.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2015. Fakfak dalam Angka 2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xxxviii+ 466 hlm.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2016. Fakfak dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xxi+ 206 hlm.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2017. Fakfak dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xxi+ 206 hlm.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2018. Fakfak dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xxx+ 310 hlm.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2019. Fakfak dalam Angka 2019. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xxvi+ 333 hlm.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2020. Fakfak dalam Angka 2020. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xxviii+ 170 hlm.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2021. Fakfak dalam Angka 2021. Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak, Fakfak: xxxi+ 208 hlm.

Cámara-Leret, R., Frodin, D. G., Adema, F., Anderson, C., Appelhans, M. S., Argent, G., … van Welzen, P. C. 2020. New Guinea has the world’s richest island flora. Nature 584(7822): 579–583. https://doi.org/10.1038/s41586-020-2549-5

International Plant Name Index (IPNI). 2021a. Myristica argentea Warb., Bot. Jahrb. Syst. 13(3-4): 311 (1891). diakses pada 31 Agustus 2021 melalui alamat https://www.ipni.org/n/585972-1

International Plant Name Index (IPNI). 2021b. Myristica fragrans Houtt., Handl. Pl.-Kruidk. 3: 333. diakses pada 31 Agustus 2021 melalui alamat https://www.ipni.org/n/586076-1

Kambu, C,H . 2007. Tanaman Pala Fakfak. Dinas Perindagkop Kabupaten Fakfak Papua.10 hlm.

Ma’mun. 2013. Karakteristik minyak dan isolasi trimiristin biji pala papua (Myristica argentea). Jurnal Littri 19(2): 72 – 77.

Miniraj N, Vikram, H.C., & Philip, M. 2015. Variability of nutmeg Kerala. Indian J. Arecanut, Spices Med. Plants 17: 6–14.

Saputra, R. 2016. Studi Etnobotani pada Suku Kokoda, Pulau Ogasmuni, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Skripsi. Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Indonesia. Depok: xiv + 102 hlm.

Wahyuni, S & Bermawie, N. 2019. Yield and fruit morphology of selected high productive Papua nutmeg trees (Myristica argentea Warb.). IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 418. https://doi.org/10.1088/1755-1315/418/1/012032