Mengapa Hidup Kita Sangat Bergantung Kepada Biodiversitas ?
“Udara yang kita hirup, air yang kita minum, dan makanan yang kita makan semuanya bergantung kepada biodiversitas. Tapi hal tersebut sedang mengalami krisis, karena manusia, karena kita”. – Damian Carrington
Apa itu biodiversitas ?
Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah variasi kehidupan di Bumi, dalam semua bentuk dan semua interaksinya. Variasi makhluk hidup yang dimaksud dapat berupa flora, fauna, mikroorganisme, dan makhluk hidup lainnya. Biodiversitas merupakan fitur paling kompleks dan fital dari planet kita. Seperti yang pernah diucapkan Prof. David McDonald di Oxford University, “Tanpa keanekaragaman hayati, tidak ada masa depan bagi umat manusia”.
Secara umum, keanekaragaman hayati memiliki beberapa tingkatan. Berawal dari tingkat gen, kemudian tingkat spesies individu, dan berakhir kompleks pada tingkat ekosistem. Seperti ekosistem hutan atau ekosistem terumbu karang, di mana kehidupan antar spesies saling berhubungan satu sama lain, disertai interaksi dengan lingkungan fisiknya. Interaksi yang telah stabil ini telah membuat Bumi menjadi layak humi selama milyaran tahun.
Istilah biodiversitas pertama kali diperkenalkan pada tahun 1985, penggabungan antara dua kata, yaitu “Biological” dan “Diversity”. Saat ini pada tahun 2019, yakni 34 tahun kemudian, bumi kita sedang menghadapi kepunahan masal biodiversitas.
Kepunahan spesies makhluk hidup
Berdasarkan Eric Chivian dan Aaron Bernstein, kepunahan merupakan suatu gejala alami dari kehidupan di Bumi. Secara alami, diestimaskan laju kepunahan spesies yaitu 1 banding 1 juta per tahun. Sebagai contoh, jika bumi memiliki jumlah spesies sebanyak 25 juta jenis, maka secara alami terdapat 25 jenis yang punah tiap tahunnya. Namum saat ini dengan kehadiran 1 spesies, yakni Homo sapiens (manusia), membuat laju kepunahan menjadi lebih cepat 100 sampai 1000 kali lipat.
Karena tingkat kepunahan yang ada saat ini sangatlah tinggi, para ilmuwan mengatakan kita sedang berada di dalam peristiwa “kepunahan masal generasi ke enam”. Kepunahan masal generasi ke lima terjadi sekitar 65 juta tahun yang lalu, ketika Dinosaurus dan banyak organisme lain punah. Peristiwa tersebut diduga terjadi karena hantaman asteroid, suatu fenomena alam. Begitupun kepunahan masal generasi ke 1 sampai dengan ke 4 yang terjadi karena kadar CO2 di atmosfir bumi terlalu tinggi, dinginnya suhu bumi yang menyebabkan zaman es, gunung meletus skala global, peningkatan gas rumah kaca dan gas beracun hidrogen sulfida di atmosfer bumi. Semua hal tersebut terjadi dikarenakan faktor alam. Namun pada generasi ke enam, dipercaya manusia menjadi penyebab yang paling berperan dalam mempercepat kepunahan banyak biodiversitas. Manusia membuat laju kepunahan menjadi lebih cepat karena eksploitasi berlebihan, perubahan lahan yang cepat, dan pencemaran lingkungan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti Kew Royal Botanic Gardens dan Stockholm University, dalam 250 tahun terakhir terdapat 571 spesies tumbuhan mengalami kepunahan. Jumlah tersebut lebih dari 2 kali lipat dari kepunahan yang terjadi pada kelompok burung, mamalia, dan amfibi (tercatat dengan total 217 spesies). Salah satu peneliti, yakni Aelys Humphreys, berkata “Kebanyakan orang dapat menyebutkan mamalia atau burung yang telah punah dalam beberapa abad terakhir, tetapi hanya sedikit orang yang dapat menyebut satu jenis tanaman yang sudah punah”. Padahal dengan memahami lebih dalam mengenai tumbuhan apa saja yang telah punah dapat membantu upaya konservasi perlindungan berbagai spesies, tidak hanya tumbuhan itu sendiri.
Hidup manusia sangat bergantung kepada bioversitas
Tumbuhan memiliki fungsi yang sangat penting di alam, mereka menyediakan oksigen untuk kita hirup dan makanan untuk kita makan. Dengan kata lain tumbuhan menjadi tulang punggung bagi ekosistem dunia yang sebagian besar spesies sangat bergantung kepada spesies tumbuhan. Jika terdapat satu jenis tumbuhan punah, maka hal tersebut menjadi kabar buruk bagi semua spesies.
Di awal disebutkan bahwa masing-masing spesies berinteraksi dan berkaitan satu sama lain. Selain kita harus menjaga dan melestarikan tumbuhan, kita juga harus menjaga spesies lain. Beberapa jenis tumbuhan memiliki polinator spesifik, jika polinator tersebut punah maka spesies tumbuhan tersebut juga akan punah. Profesor terkemuka dari Harvard Univeristy, Prof. Edward O. Wilson, pernah berkata tentang semut, “Kita membutuhkan mereka untuk bertahan hidup, namun mereka tidak membutuhkan kita sama sekali”. Hal tersebut juga berlaku untuk hewan lain, bakteri, fungi, plankton, tumbuhan, dan organisme yang lain.
Biodiversitas yang saling berinteraksi dengan lingkungannya selama ratusan tahun akan membentuk suatu ekosistem yang stabil. Setiap ekosistem akan memberikan suatu timbal balik positif yang dapat disebut sebagai jasa ekosistem atau ecosystem services. Secara umum, jasa ekosistem dapat dibagi menjadi empat. Pertama Provisioning services yaitu menyediakan makanan, sandang, obat-obatan, bahan bakar, dan lain-lain. Kedua regulating services seperti memurnikan air, mitigasi banjir, detoksifikasi tanah. Ketiga cultural services memberikan aspek budaya/adat, spiritual, dan kebutuhan intelektual. Kemudian yang terakhir yaitu supporting sevices yang mendukung semua fungsi jasa ekosistem seperti polinasi, siklus nutrisi, fotosintesis, produksi biomasa pada tumbuhan, yang pada akhirnya kita akan mendapatkan makanan untuk dapat bertahan hidup.
Apa yang harus dilakukan manusia ?
United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2015 telah membuat gagasan Sustainable Development Goals (SDGs) dengan target 17 Goals di tahun 2030. Goals tersebut dapat dibaca lebih lanjut pada website UNDP. Manusia dapat bertahan hidup sampai sekarang karena alam yang mendukung. Agar alam tetap mendukung, manusia harus baik kepada alam. Konservasi biodiversitas merupakan jalan utama untuk tetap menjaga kestabilan dan kesehatan ekosistem. Kedepannya manusia harus benar-benar berpikir lebih banyak ke arah yang bersifat berkelanjutan. Mulai dari hal-hal sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menggunakan kendaraan dengan bahan bakar yang ramah lingkungan, sampai dengan langkah kongkrit pembangungan dengan model berkelanjutan dalam segala aspek.
Penulis : Reza Saputra – Pengendali Ekosistem Hutan, Balai Besar KSDA Papua Barat
Further reading:
BBC. 2019. Plant extinction ‘bad news for all species’ write by Helen Briggs. https://www.bbc.com/news/science-environment-48584515#:~:targetText=Scientists%20at%20the%20Royal%20Botanic,combined%20total%20of%20217%20species).
Chivian, E. & A. Bernstein. 2010. How our health depends on Biodiversity. Harvard medical school: 24 hlm.
The Guardian. 2019. ‘Frightening’ number of plant extinctions found in global survey by Damian Carrington. https://www.theguardian.com/environment/2019/jun/10/frightening-number-of-plant-extinctions-found-in-global-survey
The Guardian. 2019. What is biodiversity and why does it matter to us?. https://www.theguardian.com/news/2018/mar/12/what-is-biodiversity-and-why-does-it-matter-to-us