STUDI TINGKAT KESADARTAHAUAN MASYARAKAT MENGENAI KAWASAN KONSERVASI TWA GUNUNG MEJA

TWA Gunung Meja merupakan kawasan konservasi yang terletak di tengah Kota Manokwari. TWA Gunung Meja ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.91/Menhut-II/2012, tanggal 3 Februari 2012 sebagai Taman Wisata Alam Gunung Meja dengan luasan 462,16 hektar. Lokasi TWA Gunung Meja yang berada di tengah Kota Manokwari menyebabkan kawasan TWA Munung Meja sebagian besar berbatasan dengan pemukiman masyarakat. Bahkan tidak sedikit beberapa rumah masyarakat berada di dalam kawasan TWA Gunung Meja. Hal ini menyebabkan kawasan menjadi sangat mudah diakses dari segala penjuru, baik dengan berjalan kaki maupun dengan kendaraan roda dua atau empat. Secara administratif terdapat empat wilayah kelurahan yang berbatasan langsung dengan kawasan TWA Gunung Meja, yaitu Kelurahan Amban, Padarmi, Pasir Putih, dan Kelurahan Manokwari Timur.

Berdasarkan laporan hasil patroli pengamatan hutan di TWA Gunung Meja, ditemukan beberapa kegiatan ilegal yang berpotensi mengancam kelestarian kawasan TWA Gunung Meja. Kegiatan-kegiatan ilegal yang dilakukan oleh masyarakat di dalam kawasan antara lain sebagai berikut:

  1. Penebangan liar dan pengambilan benih tanaman hutan
  2. Perburuan satwa liar
  3. Perambahan kawasan untuk berkebun
  4. Pengambilan tanah kawasan untuk pembangunan

Secara umum dapat disimpulkan dari hasil patroli menunjukan bahwa terdapat perilaku masyarakat yang cenderung merusak kawasan. Hal ini menjadi latar belakang dilakukannya survey tingkat kesadartahuan dan persepsi masyarakat mengenai peran kawasan konservasi TWA Gunung Meja bagi kehidupan.

 

Teknik Pengumpulan Data

Survey dilakukan pada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan, yaitu di Kampung Ayambori, Susweni, Anggori dan Kampung Brawijaya dengan menggunakan metode kuesioner. Kuesioner terdiri dari 18 pertanyaan yang terkait dengan pengetahuan masyarakat mengenai peran kawasan konservasi TWA Gunung Meja bagi kehidupan. Pada penelitian ini digunakan skala pengukuran Guttman. Skala Guttman adalah skala pengukuran yang membutuhkan jawaban tegas dari respondennya, seperti jawaban “iya” atau “tidak, “benar” atau “salah”, “pernah” atau “tidak pernah”, “setuju” atau ”tidak setuju” dan lain sebagainya.

Untuk mengukur tingkat keandalan dan kesahihan kuesioner,  maka dilakukan uji validitas. Uji validitas yang digunakan pada kegiatan ini menggunakan dua analisis, yaitu pada pertanyaan dengan menggunakan pembobotan Skala Guttman dianalisis menggunakan rumus Koefisien Reprodusibilitas (Coefficient of Reproducibility), dengan syarat penerimaan, jika nilai koefisien reprodusibilitas memiliki nilai > 0.90. (Singarimbun & Effendi, 2014), dan menggunakan Koefisien Skalabilitas (Coefficient of Skalability), dengan syarat penerimaan, jika nilai koefisien skalabilitas memiliki nilai > 0.60 (Nazir, 2005).

Kegiatan wawancara bersama masyarakat Brawijaya, Ayambori, dan Susweni

Hasil Survey

Dari survey diperoleh data yaitu sebanyak 92,5% responden mengetahui bahwa kawasan TWA Gunung Meja dikelola oleh BBKSDA Papua Barat, beberapa responden menyebutnya “Tanah KSDA” dan hutan lindung. Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum memanfaatkan fungsi TWA Gunung Meja sebagai sarana wisata alam. Beberapa kegiatan yang pernah dilaksanakan di TWA Gunung Meja berupa kegiatan penelitian oleh mahasiswa UNIPA dan LIPI, serta kegiatan bina cinta alam oleh MAPALA UNIPA.

TWA Gunung Meja merupakan rumah bagi beberapa tumbuhan satwa liar yang dilindungi berdasarkan Permen LHK No. P.106 Tahun 2018 Tentang perubahan kedua atas Permen LHK No. P. 20 Tahun 2018 tentang Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Beberapa jenis TSL tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga sering menjadi incaran perburuan. Berdasarkan data survey, kurang dari 50% masyarakat belum mengetahui jenis-jenis TSL dilindungi yang terdapat di TWA Gunung Meja.

Rata-rata 90% responden tidak setuju terhadap pemanfaatan lahan kawasan untuk berkebun, perburuan satwa di dalam kawasan, penebangan pohon secara ilegal dan pengambilan tanah kawasan untuk pembangunan rumah. Praktik perambahan kawasan untuk berkebun umumnya dilakukan oleh pemilik hak ulayat. Mereka mengklaim beberapa areal kawasan sebagai tanah adatnya. Selain itu perambahan juga dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

 

Kesimpulan

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat akan status dan manfaat kawasan cukup tinggi, namun belum ada kesadaran dari masyarakat untuk melestarikan kawasan. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya perambahan kawasan untuk berkebun. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyadartahuan secara berkelanjutan kepada masyarakat mengenai pentingnya melestarikan kawasan konservasi TWA Gunung Meja.

 

Penulis: Meyanti Toding Buak (Calon Penyuluh Kehutanan BBKSDA Papua Barat)

 

Referensi :

Nazir. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Singarimbun, M. & S. Effendi. 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES