PERAN BBKSDA PAPUA BARAT DALAM PENCAPAIAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAMPUNG WAIFOI
Mengenal Ekowisata Kampung Waifoi
Berbicara keindahan Tanah Papua, tentu sudah bukan hal yang tabu lagi. Setidaknya, Koentjaraningrat (1994) dalam bukunya Irian Jaya Membangun Masyarakat Majemuk, telah menggambarkan betapa Tanah Papua telah menjadi primadona untuk dikunjungi dan dieksplorasi bahkan dikuasai oleh berbagai kerajaan dan bangsa-bangsa terdahulu. Tercatat sejak abad ke-8 sudah terdapat hubungan antara Kerajaan Sriwijaya dengan Tanah Papua, pada abad ke-14 juga tercatat dalam kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca, tidak dapat disangkal bahwa sebagian Tanah Papua pernah menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit.
Begitu pula pada masa kejayaan Kesultanan Tidore dari sekitar abad ke-16 telah menunjukkan adanya kekuasaan kesultanan atas sebagian daerah pesisir di Tanah Papua, ditambah lagi dengan mulai masuknya bangsa-bangsa Eropa seperti Bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris ke Tanah Papua baik dalam rangka eksplorasi, penelitian, perdagangan, penyebaran agama, hingga perluasan wilayah jajahan. Bahkan, Jepang-pun tidak ingin ketinggalan dengan melibatkan Tanah Papua dalam strategi perangnya menghadapi Perang Dunia II. Itu semua belum juga ditambahkan dengan banyaknya temuan benda-benda prasejarah dari tingkat Mesolitikum hingga Megalitikum yang ditemukan di Tanah Papua yang kemudian menjadi sebab begitu istimewanya Tanah Papua yang menarik untuk diselami keberadaannya sebagaimana representasi sosialnya sebagai “sepenggal surga di Bumi Nusantara”. Tulisan ini merupakan sepenggal kecil, untuk mengawali bahwa Tanah Papua dengan segenap potensinya yang begitu memiliki daya tarik bagi benyak kalangan, sudah selayaknya mengimplementasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan agar seluruh program-program pembangunan yang dilakukan dapat responsif terhadap aspek perlindungan lingkungan serta mampu mengakhiri kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.
Tulisan ini juga akan menggambarkan bagaimana pendampingan yang dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Papua Barat di Kampung Waifoi dalam mengembangkan ekowisata ternyata mampu berkontribusi dalam mengontekstualisasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di tengah-tengah masyarakat di pelosok Tanah Papua. Tentu pula, catatan ini diharapkan dapat menjadi bukti bahwa Negara betul-betul hadir di tengah masyarakat dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Tanah Papua.
Kampung Waifoi merupakan salah satu kampung di pelosok ujung Teluk Mayalibit di Distrik Tiplol Mayalibit Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Kampung Waifoi memiliki potensi lanscape alam, hutan, laut, dan budaya yang khas dan indah. Bahkan, bagi masyarakat, laut adalah Bapa dan hutan adalah Mama yang selalu menjaga dan memberikan penghidupan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat begitu menjaga keberadaan hutan dan laut yang ada di sekitar kampung mereka karena dari situlah sumber penghidupan masyarakat. Merusak hutan dan laut, bagi mereka adalah sama saja dengan membunuh kedua orang tua yang telah menjaga mereka.
Gambar 2. Kenampakan Saupon Homestay di tengah Hutan Mangrove
Pengunjung yang datang ke Saupon Homestay, selain akan merasakan suasana healing forest yang nyaman, juga akan disuguhkan makanan lokal yang khas dan nikmat. Menu-menu makanan utama yang disajikanpun seluruhnya berasal dari hasil tangkapan masyarakat yang diperoleh dari menangkap kepiting atau ikan disekitar hutan mangrove melalui aktivitas balobe (menombak ikan) dan olahan sagu yang dipanen dari pohon-pohon sagu yang tumbuh sangat baik disekitar penginapan (tokok sagu). Hal ini juga merupakan wujud dari konsep kedaulatan pangan yang diterapkan oleh kelompok dalam penyediaan makanan bagi para tamu.
Saupon Homestay juga menawarkan beberapa atraksi wisata. Atraksi wisata yang disuguhkan oleh KTH Waifoi merupakan wisata berbasis alam dan budaya masyarakat setempat. Pengunjung akan diajak menikmati spot view untuk melihat hamparab hutan Cagar Alam Waigeo Timur yang begitu alami beserta lanscape Teluk Mayalibit yang mempesona dari atas bukit, kemudian pengunjung juga akan diajak untuk menikmati perjalanan di dalam hutan melakukan pengamatan burung-burung (birdwaching) khas Pulau Waigeo. Selain atraksi berbasis alam, pengunjung juga akan diajak untuk berpraktik melakukan pemanenan sagu (tokok sagu) dan juga menombak ikan (balobe) yang hasilnya akan digunakan sebagai menu sarapan keesokan harinya.
Pengembangan ekowisata yang dilakukan sejak tahun 2018 telah mengenalkan Saupon Homestay hingga lebih dari 10 Negara melalui berbagai kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Pengembangan ekowisata juga secara nyata mampu menunjukkan pada masyarakat bahwa keberadaan hutan dan satwa yang dijaga dengan baik ternyata dapat menghasilkan nilai ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, membuka relasi dengan berbagai pihak, dan membawa nama Kampung Waifoi yang notabene berada di pelosok Kabupaten Raja Ampat dapat terkenal hingga ke mancanegara. Berbagai manfaat yang dirasakan oleh anggota kelompok dan masyarakat dari pengembangan ekowisata yang dilakukan, juga telah menguatkan pandangan masyarakat bahwa hutan, laut, lingkungan, dan budaya harus dijaga dengan baik karena rusaknya semua itu juga akan menjadi penyebab hilangnya sumber penghidupan dan sumber ekonomi bagi masyarakat.
Peran BBKSDA Papua Barat dalam Pengembangan Ekowisata Kampung Waifoi
Sesuai dengan konsep sepuluh cara baru kelola kawasan konservasi yang dicetuskan oleh Wiratno (2018), Balai Besar KSDA Papua Barat mencoba untuk mempraktikkan cara pandang bahwa masyarakat adalah subyek dalam pengelolaan kawasan konservasi serta pentingnya memberikan penghormatan terhadap nilai budaya dan adat masyarakat setempat. Sebagai UPT Direktorat Jenderal KSDAE dalam penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya di wilayah Provinsi Papua Barat, Balai Besar KSDA Papua Barat memiliki tanggungjawab untuk mengelola 28 Kawasan Konservasi yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, tentu dalam pengelolaan kawasan, Balai Besar KSDA Papua Barat perlu melibatkan keberadaan desa penyangga yang berada di sekitar kawasan konservasi. Untuk turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Balai Besar KSDA Papua Barat mengembangkan program-program pemberdayaan masyarakat di desa-desa penyangga kawasan konservasi dengan menerapkan prinsip-prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan melalui pendampingan secara intensif mulai dari proses perencanaan hingga kemandirian masyarakat dapat tercapai.
Sejak tahun 2018, Balai Besar KSDA Papua Barat melakukan pendekatan kepada masyarakat di Kampung Waifoi untuk menggali konteks sosial dan relasi masyarakat terhadap alam. Melalui catatan pendahuluan yang diperoleh kemudian dilakukan pembentukan kelompok tani hutan. Setelah itu, pendamping kemudian secara intensif melakukan pendekatan lanjutan untuk mengetahui potensi wilayah dan menggali secara partisipatif terkait wacana pengembangan ekowisata di Kampung Waifoi yang sudah mulai dirintis oleh sebagian masyarakat secara parsial. Pendampingan kemudian dilanjutkan dengan penyusunan rencana pemberdayaan, penguatan organisasi, peningkatan kapasitas anggota KTH, sosialisasi kesadartahuan terhadap lingkungan kepada masyarakat kampung, pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan kawasan konservasi, pendampingan pengembangan usaha, pengembangan jejaring, hingga melakukan monev secara berkala.
Untuk mendapatkan proses dan hasil yang optimal, pendampingan secara konsisten terus menerapkan prinsip-prinsip partisipatif sebagaimana telah dikemukakan oleh Djohari (2013) dan Aidit (1964) dalam Mutiono (2020) sebagai berikut:
- Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan)
Dalam kelompok masyarakat pasti terdapat kelompok yang terabaikan atau tidak memiliki daya untuk melakukan sesuatu. Melalui prinsip ini, keberadaan mereka harus dilibatkan baik dalam pengambilan data maupun pada saat-saat diskusi sehingga tidak hanya fokus kepada yang vokal dalam berbicara/ berpendapat.
- Prinsip pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan berarti mengubah pola hubungan kekuasaan (power relationship) antara kelompok dominan (powerfull) dengan kelompok lemah (powerless) sehingga proses-proses yang dilakukan harus menghindari eksistensialisme kelompok dominan yang mempertahankan relasi dominasi.
- Masyarakat sebagai pelaku utama, orang luar sebagai fasilitator
Pihak luar yang datang ke masyarakat harus memposisikan dirinya sebagai fasilitator dengan menanggalkan segala status dan strata yang dimilikinya. Masyarakat harus diposisikan sebagai pelaku dan subyek utama yang dianggap lebih tahu, sehingga fasilitator datang dengan rendah hati untuk belajar dan menggali dari masyarakat. Membangun keterhubungan emosional dengan kesetaraan menjadi bagian penting untuk keberterimaan dan keterbukaan masyarakat dalam berpartisipasi.
- Prinsip santai dan informal
Hubungan yang kaku dan formal akan membuat masyarakat enggan untuk terbuka. Fasilitator harus mampu menunjukkan sikap luwes, akrab, santai dan melebur dengan masyarakat supaya masyarakat nyaman dengan suasana yang dibangun untuk mengungkapkan isi pikirannya.
- Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
Tata sosial dan pengetahuan masyarakat sangat mungkin berbeda satu dengan lainnya termasuk berbeda dengan pengetahuan ilmiah yang diperoleh dalam pendidikan formal. Fasilitator harus menghindari posisi mendominasi, menggurui dan menyalahkan terhadap apapun yang disampaikan oleh masyarakat. Fasilitator harus lebih banyak mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap apa yang disampaikan oleh masyarakat sehingga mereka antusias untuk menceritakan apa yang mereka ketahui.
- Prinsip triangulasi
Pengetahuan masyarakat pada umumnya berasal dari pengalaman dan tradisi oral, oleh sebab itu akan sangat mungkin terdapat perbedaan informasi antara satu orang dengan lainnya baik dipengaruhi usia, jenis kelamin, dan latar belakang lainnya. Dengan demikian, fasilitator harus membiasakan diri tidak mengambil kesimpulan dari satu sumber informasi tetapi harus melakukan check and recheck terhadap sumber lainnya tanpa harus menyalahkan perbedaan.
- Prinsip orientasi praktis
Pemberdayaan merupakan proses internalisasi 3 agenda utama yaitu: 1) pengkajian (mengumpulkan data dan informasi), 2) pembelajaran (sama-sama belajar dan sepaham), dan 3) pengembangan program aksi bersama-sama. Oleh sebab itu, proses yang dilakukan haruslah mampu mendapatkan data, mampu menjadi media pembelajaran bersama dan mampu mengembangankan program aksi bersama masyarakat.
- Prinsip “3 Sama”, “4 Jangan”, dan “4 Harus”
Prinsip “3 Sama” adalah sama makan, sama kerja dan sama tidur dengan masyarakat. Prinsip “4 Jangan” adalah jangan tidur dirumah kaum penghisap, jangan menggurui, jangan merugikan tuan rumah dan jangan mencatat di hadapan yang ditanya. Prinsip “4 Harus” adalah harus melaksanakan “3 Sama”, harus rendah hati, sopan santun dan mau belajar, harus tahu bahasa dan adat istiadat setempat dan harus membantu memecahkan kesulitan-kesulitan tuan rumah atau masyarakat setempat.
Melalui penerapan prinsip-prinsip pendampingan yang konsisten, Balai Besar KSDA Papua Barat mendapatkan dukungan dan “trust” yang kuat dari lapisan masyarakat Kampung Waifoi dalam menjalankan program-program konservasi di Kawasan Cagar Alam Waigeo Timur yang berdampingan dengan wilayah Kampung Waifoi. Dari manfaat yang dirasakan melalui kegiatan pendampingan, baik kelompok tani hutan, aparat kampung, pemuda, unsur adat, dan unsur gereja, selalu mendukung setiap program dan kegiatan konservasi dalam rangka menjaga kelestarian alam dan lingkungan di wilayah Kampung Waifoi dan sekitarnya, bahkan turut melakukan patroli rutin dan mencegah keberadaan perburuan maupun aktivitas perusakan hutan yang ditemui di wilayah Teluk Mayalibit.
Kontekstualisasi 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Apa yang dilakukan di Kampung Waifoi terkait pengembangan ekowisata tentu secara agregat daerah maupun nasional mungkin tidak terlalu signifikan dalam peningkatan nilai-nilai indikator pembangunan berkelanjutan secara kuantitatif, namun demikian secara kontekstual dan realitas di lapangan, apa yang dilakukan oleh Balai Besar KSDA Papua Barat bersama-sama dengan masyarakat Kampung Waifoi tentu telah mencerminkan kontekstualisasi 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagaimana telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 25 September 2015 sebagai kesepakatan pembangunan global. Adapun kontribusi pengembangan ekowisata di Kampung Waifoi terhadap 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah sebagai berikut:
- Tujuan mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun
Kegiatan ekowisata dikembangkan sebagai salah satu unit bisnis unggulan masyarakat Kampung Waifoi dalam memperoleh pendapatan alternatif disamping matapencaharian utama masyarakat sebagai petani dan nelayan. Pendapatan dari kegiatan ekowisata dapat memberikan peningkatan pendapatan masyarakat yang juga dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat.
Pengembangan ekowisata yang dilakukan sejak tahun 2018 telah mengenalkan Saupon Homestay hingga lebih dari 10 Negara melalui berbagai kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Pengembangan ekowisata juga secara nyata mampu menunjukkan pada masyarakat bahwa keberadaan hutan dan satwa yang dijaga dengan baik ternyata dapat menghasilkan nilai ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, membuka relasi dengan berbagai pihak, dan membawa nama Kampung Waifoi yang notabene berada di pelosok Kabupaten Raja Ampat dapat terkenal hingga ke mancanegara. Berbagai manfaat yang dirasakan oleh anggota kelompok dan masyarakat dari pengembangan ekowisata yang dilakukan, juga telah menguatkan pandangan masyarakat bahwa hutan, laut, lingkungan, dan budaya harus dijaga dengan baik karena rusaknya semua itu juga akan menjadi penyebab hilangnya sumber penghidupan dan sumber ekonomi bagi masyarakat.
Peran BBKSDA Papua Barat dalam Pengembangan Ekowisata Kampung Waifoi
Sesuai dengan konsep sepuluh cara baru kelola kawasan konservasi yang dicetuskan oleh Wiratno (2018), Balai Besar KSDA Papua Barat mencoba untuk mempraktikkan cara pandang bahwa masyarakat adalah subyek dalam pengelolaan kawasan konservasi serta pentingnya memberikan penghormatan terhadap nilai budaya dan adat masyarakat setempat. Sebagai UPT Direktorat Jenderal KSDAE dalam penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya di wilayah Provinsi Papua Barat, Balai Besar KSDA Papua Barat memiliki tanggungjawab untuk mengelola 28 Kawasan Konservasi yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, tentu dalam pengelolaan kawasan, Balai Besar KSDA Papua Barat perlu melibatkan keberadaan desa penyangga yang berada di sekitar kawasan konservasi. Untuk turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Balai Besar KSDA Papua Barat mengembangkan program-program pemberdayaan masyarakat di desa-desa penyangga kawasan konservasi dengan menerapkan prinsip-prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan melalui pendampingan secara intensif mulai dari proses perencanaan hingga kemandirian masyarakat dapat tercapai.
Sejak tahun 2018, Balai Besar KSDA Papua Barat melakukan pendekatan kepada masyarakat di Kampung Waifoi untuk menggali konteks sosial dan relasi masyarakat terhadap alam. Melalui catatan pendahuluan yang diperoleh kemudian dilakukan pembentukan kelompok tani hutan. Setelah itu, pendamping kemudian secara intensif melakukan pendekatan lanjutan untuk mengetahui potensi wilayah dan menggali secara partisipatif terkait wacana pengembangan ekowisata di Kampung Waifoi yang sudah mulai dirintis oleh sebagian masyarakat secara parsial. Pendampingan kemudian dilanjutkan dengan penyusunan rencana pemberdayaan, penguatan organisasi, peningkatan kapasitas anggota KTH, sosialisasi kesadartahuan terhadap lingkungan kepada masyarakat kampung, pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan kawasan konservasi, pendampingan pengembangan usaha, pengembangan jejaring, hingga melakukan monev secara berkala.
Untuk mendapatkan proses dan hasil yang optimal, pendampingan secara konsisten terus menerapkan prinsip-prinsip partisipatif sebagaimana telah dikemukakan oleh Djohari (2013) dan Aidit (1964) dalam Mutiono (2020) sebagai berikut:
- Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan)
Dalam kelompok masyarakat pasti terdapat kelompok yang terabaikan atau tidak memiliki daya untuk melakukan sesuatu. Melalui prinsip ini, keberadaan mereka harus dilibatkan baik dalam pengambilan data maupun pada saat-saat diskusi sehingga tidak hanya fokus kepada yang vokal dalam berbicara/ berpendapat.
- Prinsip pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan berarti mengubah pola hubungan kekuasaan (power relationship) antara kelompok dominan (powerfull) dengan kelompok lemah (powerless) sehingga proses-proses yang dilakukan harus menghindari eksistensialisme kelompok dominan yang mempertahankan relasi dominasi.
- Masyarakat sebagai pelaku utama, orang luar sebagai fasilitator
Pihak luar yang datang ke masyarakat harus memposisikan dirinya sebagai fasilitator dengan menanggalkan segala status dan strata yang dimilikinya. Masyarakat harus diposisikan sebagai pelaku dan subyek utama yang dianggap lebih tahu, sehingga fasilitator datang dengan rendah hati untuk belajar dan menggali dari masyarakat. Membangun keterhubungan emosional dengan kesetaraan menjadi bagian penting untuk keberterimaan dan keterbukaan masyarakat dalam berpartisipasi.
- Prinsip santai dan informal
Hubungan yang kaku dan formal akan membuat masyarakat enggan untuk terbuka. Fasilitator harus mampu menunjukkan sikap luwes, akrab, santai dan melebur dengan masyarakat supaya masyarakat nyaman dengan suasana yang dibangun untuk mengungkapkan isi pikirannya.
- Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
Tata sosial dan pengetahuan masyarakat sangat mungkin berbeda satu dengan lainnya termasuk berbeda dengan pengetahuan ilmiah yang diperoleh dalam pendidikan formal. Fasilitator harus menghindari posisi mendominasi, menggurui dan menyalahkan terhadap apapun yang disampaikan oleh masyarakat. Fasilitator harus lebih banyak mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap apa yang disampaikan oleh masyarakat sehingga mereka antusias untuk menceritakan apa yang mereka ketahui.
- Prinsip triangulasi
Pengetahuan masyarakat pada umumnya berasal dari pengalaman dan tradisi oral, oleh sebab itu akan sangat mungkin terdapat perbedaan informasi antara satu orang dengan lainnya baik dipengaruhi usia, jenis kelamin, dan latar belakang lainnya. Dengan demikian, fasilitator harus membiasakan diri tidak mengambil kesimpulan dari satu sumber informasi tetapi harus melakukan check and recheck terhadap sumber lainnya tanpa harus menyalahkan perbedaan.
- Prinsip orientasi praktis
Pemberdayaan merupakan proses internalisasi 3 agenda utama yaitu: 1) pengkajian (mengumpulkan data dan informasi), 2) pembelajaran (sama-sama belajar dan sepaham), dan 3) pengembangan program aksi bersama-sama. Oleh sebab itu, proses yang dilakukan haruslah mampu mendapatkan data, mampu menjadi media pembelajaran bersama dan mampu mengembangankan program aksi bersama masyarakat.
- Prinsip “3 Sama”, “4 Jangan”, dan “4 Harus”
Prinsip “3 Sama” adalah sama makan, sama kerja dan sama tidur dengan masyarakat. Prinsip “4 Jangan” adalah jangan tidur dirumah kaum penghisap, jangan menggurui, jangan merugikan tuan rumah dan jangan mencatat di hadapan yang ditanya. Prinsip “4 Harus” adalah harus melaksanakan “3 Sama”, harus rendah hati, sopan santun dan mau belajar, harus tahu bahasa dan adat istiadat setempat dan harus membantu memecahkan kesulitan-kesulitan tuan rumah atau masyarakat setempat.
Melalui penerapan prinsip-prinsip pendampingan yang konsisten, Balai Besar KSDA Papua Barat mendapatkan dukungan dan “trust” yang kuat dari lapisan masyarakat Kampung Waifoi dalam menjalankan program-program konservasi di Kawasan Cagar Alam Waigeo Timur yang berdampingan dengan wilayah Kampung Waifoi. Dari manfaat yang dirasakan melalui kegiatan pendampingan, baik kelompok tani hutan, aparat kampung, pemuda, unsur adat, dan unsur gereja, selalu mendukung setiap program dan kegiatan konservasi dalam rangka menjaga kelestarian alam dan lingkungan di wilayah Kampung Waifoi dan sekitarnya, bahkan turut melakukan patroli rutin dan mencegah keberadaan perburuan maupun aktivitas perusakan hutan yang ditemui di wilayah Teluk Mayalibit.
Kontekstualisasi 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Apa yang dilakukan di Kampung Waifoi terkait pengembangan ekowisata tentu secara agregat daerah maupun nasional mungkin tidak terlalu signifikan dalam peningkatan nilai-nilai indikator pembangunan berkelanjutan secara kuantitatif, namun demikian secara kontekstual dan realitas di lapangan, apa yang dilakukan oleh Balai Besar KSDA Papua Barat bersama-sama dengan masyarakat Kampung Waifoi tentu telah mencerminkan kontekstualisasi 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagaimana telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 25 September 2015 sebagai kesepakatan pembangunan global. Adapun kontribusi pengembangan ekowisata di Kampung Waifoi terhadap 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah sebagai berikut:
- Tujuan mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun
Kegiatan ekowisata dikembangkan sebagai salah satu unit bisnis unggulan masyarakat Kampung Waifoi dalam memperoleh pendapatan alternatif disamping matapencaharian utama masyarakat sebagai petani dan nelayan. Pendapatan dari kegiatan ekowisata dapat memberikan peningkatan pendapatan masyarakat yang juga dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat.
- Tujuan mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian berkelanjutan
Sumber makanan dalam kegiatan ekowisata yang disediakan untuk pengunjung berasal dari potensi sagu yang ada disekitar penginapan dan potensi biota mangrove dan laut yang juga ada disekitar penginapan sehingga kemandirian dan ketahanan pangan dapat diwujudkan dalam kegiatan ekowisata ini. Kesadaran bahwa sumber-sumber pangan akan ada jika laut dan hutan terus dijaga, maka masyarakat juga tergerak untuk terus menjaga laut dan hutan disekitar mereka sebagai bagian untuk terus mewujudkan ketahanan pangan.
- Tujuan memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia
Pengembangan ekowisata berbasis alam dengan menjaga dengan baik kualitas alam, hutan, dan laut akan membawa pada kehidupan yang sehat bagi masyarakat dan pengunjung. Suasana healing forest juga dapat dirasakan dengan begitu nyaman sebagai obat kesehatan mental dan psikologis bagi wisatawan yang datang ke Saupon Homestay.
- Tujuan memastikan pendidikan yang inklusif dan bekualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua
Ekowisata menghadirkan adanya pendidikan konservasi bagi para wisatawan. Melalui atraksi jungle trekking dan birdwaching, wisatawan akan mendapatkan pendidikan konservasi pentingnya menjaga flora fauna beserta pengenalan jenisnya langsung di habitatnya, serta melalui atraksi balobe dan tokok sagu, wisatawan akan mendapatkan pendidikan budaya langsung dari masyarakat pewaris budaya lokal setempat.
- Tujuan mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan
Dari total anggota kelompok tani hutan yang terdaftar, sebanyak 5 orang dari 15 anggota (33%) adalah perempuan termasuk sekretaris dan bendahara kelompok juga diisi oleh perempuan. Dalam setiap kegiatan maupun sosialisasi, warga dari unsur perempuan juga selalu dilibatkan setara dalam menyampaikan pendapat maupun berkegiatan.
Gambar 6. Perempuan selalu dilibatkan dalam diskusi dan kegiatan kelompok
- Tujuan memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua
Air bersih dan sanitasi yang baik adalah syarat wajib bagi penyelenggaraan usaha penginapan. Oleh sebab itu, kelompok sangat memperhatikan adanya ketersediaan air bersih dan kualitas sanitasi di wilayah kampung maupun penginapan. Hutan yang terjaga dengan baik juga telah meningkatkan ketersediaan dan kualitas air bersih di wilayah Kampung Waifoi.
- Tujuan memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua
Sebagai kegiatan wisata di tengah hutan, penggunaan energi listrik sangat terbatas. Wisatawan lebih ditawarkan untuk menikmati suasana alam dan menggunakan peralatan, barang, serta aktivitas yang lebih hemat energi.
- Tujuan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua
Ekowisata di Kampung Waifoi secara perlahan mampu memberikan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat dengan memberikan peluang pendapatan tambahan penghasilan di luar penghasilan utamanya. Disamping itu, mulai berkembangnya ekowisata di Kampung Waifoi juga telah membuka lapangan pekerjaan bagi warga kampung baik dalam hal pengerjaan infrastruktur maupun dalam kegiatan-kegiatan wisata seperti pemandu, pemasak, dan keamanan.
- Tujuan membangun infrastruktur yang tangguh, mendukung industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan membantu perkembangan inovasi
Infrastruktur serta peralatan yang digunakan di Saupon Homestay lebih banyak mengandalkan bahan dari alam. Pembuatan rumah homestay, jembatan, ruang berkumpul, dapur, toilet, dan atap, seluruhnya memanfaatkan bahan yang tersedia di hutan sekitar kampung sehingga lebih alami, bahkan beberapa peralatan dalam atraksi wisata seperti tokok sagu sepenuhnya memanfaatkan bahan dari pohon sagu dalam seluruh proses pemanenannya.
- Tujuan mengurangi ketimpangan di dalam dan antar negara
Dalam proses pemberdayaan, seluruh pihak diposisikan setara dan seluruh pihak dilibatkan bersama-sama baik dalam hal pengembangan program-program konservasi maupun dalam pengembangan usaha ekowisata. Prinsip kesetaraan yang dibangun menjadi bagian penting dalam mengurangi adanya ketimpangan sosial dan ekonomi masyarakat di Kampung Waifoi. Baik pendamping, aparat kampung, pengurus adat, pengurus gereja, masyarakat umum, maupun anggota KTH secara bersama-sama mendukung dan menjalankan program dan kegiatan konservasi yang dilakukan di Kampung Waifoi.
- Tujuan membangun kota dan pemukiman yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan
Kampung Waifoi berada di kaki hutan dan pesisir laut. Kehidupan masyarakat sangat ditopang oleh hasil laut dan hasil hutan. Walaupun Kampung Waifoi berada jauh dari pusat kota, namun dengan terjaganya laut dan hutan telah membawa masyarakat Kampung Waifoi mampu hidup subsisten dalam memenuhi kebutuhan pokoknya serta terjamin dalam hal kualitas lingkungannya sebagai kampung yang sehat dan tangguh menghadapi perubahan iklim global.
- Tujuan memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan
Pola konsumsi dan produksi masyarakat sangat bergantung pada keberadaan laut dan hutan yang ada di sekitar kampung. Melalui komitmen untuk menjaga laut dan hutan sebagaimana pemahaman bahwa laut adalah Bapa dan Hutan adalah mama, maka pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dari hasil laut dan hutan dapat terjamin.
- Tujuan mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya
Komitmen untuk terus menjaga kelestarian sumber daya hutan dan laut disekitar wilayah Kampung Waifoi melalui aksi-aksi penanaman, patroli, sasi, dan pengawasan bersama, telah berkontribusi signifikan terhadap mitigasi perubahan iklim dan dampaknya.
- Tujuan mengkonversi dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudra, dan maritim untuk pembangunan yang berkelanjutan
Laut adalah salah satu sumber utama penghidupan masyarakat Kampung Waifoi, oleh sebab itu menjaga laut adalah komitmen bersama masyarakat Waifoi agar kehidupan masyarakat dapat terus berlanjut. Penerapan sasi (pelarangan penangkapan secara bebas) pada wilayah-wilayah tertentu di laut juga menjadi komitmen masyarakat dalam memandaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan.
- Tujuan melindungi, memulihkan dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi, dan menghambat dan membalikkan degradasi tanah dan menghambat hilangnya keanekaragaman hayati
Hutan bagi masyarakat Kampung Waifoi adalah mama, dari hutan mereka juga memperoleh kehidupan yang aman dan layak serta dari hutan mereka memperoleh sumber pangan. Berkembangnya usaha ekowisata di Kampung Waifoi juga tidak lain karena hutan di sana masih sangat terjaga dengan baik, oleh sebab itu, bagi masyarakat menjaga hutan adalah hal mutlak yang harus dilakukan agar kehidupan mereka dapat terus berlanjut dan usaha ekowisata dapat terus dikembangkan.
- Tujuan mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua level
Kelompok Tani Hutan Waifoi dibentuk sebagai wadah untuk menjalin persatuan dan kebersamaan yang inklusif bagi masyarakat Waifoi dalam mengembangkan usaha ekowisata. Dalam hal pengembangan program-program konservasi, Balai Besar KSDA Papua Barat juga selalu melibatkan institusi kampung, gereja, dan adat agar saling terlibat dan saling terbuka atas segala program dan kegiatan yang dikembangkan di Kampung Waifoi sebagai bagian dari menguatkan trust bersama.
- Tujuan menguatkan ukuran implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan
Pengembangan program konservasi tentu tidak dapat dilakukan sendiri, dalam proses pemberdayaan di Kampung Waifoi, Balai Besar KSDA Papua Barat selalu melibatkan berbagai pihak agar proses kemitraan dan dukungan dari berbagai unsur dapat terus berkembang. Dalam pengembangan ekowisata, selain adanya dukungan dari masyarakat, Balai Besar KSDA Papua Barat juga melibatkan pemerintah daerah serta NGO dalam proses-proses pengembangan kegiatan sehingga masyarakat dapat semakin tangguh melalui kemitraan yang kuat untuk menjalankan program-program konservasi.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1994. Irian Jaya Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta (ID): Djambatan
Mutiono. 2020. Developing of Integrative Ecotourism in Waifoi Village Papua Barat Indonesia. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Media Pemikiran dan Dakwah Pembangunan. 4(2): 391-414. Doi: https://doi.org/10.14421/jpm.2020.04-06
Wiratno. 2018. Sepuluh Cara Baru Kelola Kawasan Konservasi di Indonesia Membangun “Organisasi Pembelajar”. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal KSDAE