Proses penemuan dan penamaan ilmiah spesies baru
Disclaimer: Proses penamaan spesies baru ini merupakan pengalaman pribadi penulis, yang mungkin masih terdapat kekurangan di dalamnya dan belum tentu dapat menjadi rujukan.
Proses penemuan spesies baru merupakan proses yang panjang, tidak mudah dan penuh ketelitian, serta membutuhkan faktor keberuntungan dan dasar pengetahuan spesies yang kuat. Peluang menemukan spesies baru di Papua mungkin akan lebih besar jika dibandingkan peluang menemukan spesies baru di Jawa. Proses penemuan spesies baru dimulai dari eksplorasi di ekosistem alami yang mungkin banyak ditemukan ancaman dari alam liar, pengkoleksian spesimen, membuat herbarium. Dilanjut dengan membuat deskripsi spesies dan diagnosis dengan spesies terdekatnya. Pembuatan plate foto dan ilustrasi botani juga dilakukan untuk memvisualisasikan dan mendetailkan karakter yang telah ditulis pada bagian deskripsi spesies. Sampai dengan proses submit ke penerbit jurnal, kemudian dilakukan pengujian dan peninjauan oleh para reviewer, proofreading, dan penerbitan. Lebih mendetail, prosedur secara umum berdasarkan pengalaman penulis dalam mempublikasikan spesies baru adalah sebagai berikut:
- Memahami kelompok taksa yang sedang dikerjakan. Hal fundamental yang paling penting dalam publikasi spesies baru adalah yakin bahwa yang akan dipublikasikannya merupakan benar spesies baru. Fokus dengan suatu kelompok taksa sangat mempermudah dalam proses penemuan dan penamaan spesies baru. Misalnya peneliti yang mempelajari identifikasi suku Araceae di Kalimantan pasti sangat familiar dengan jenis-jenis Araceae yang ada di Kalimantan, sehingga dapat membedakan masing-masing jenis di kelompok Araceae dengan mudah. Contoh ada penemuan spesies baru yang masih hangat, pinang jenis baru dari Kalimantan yang berbunga dan berbuah di dalam tanah, Pinanga subterranea. Karena karakternya morfologi dan sifat perbungaannya berbeda dengan spesies terdekatnya yang lain, maka dijadikan spesies baru. Sederhananya, ketika kita belajar di kelas yang berisikan 40 orang selama bertahun-tahun, karena sudah kenal dengan masing-masing orang, ketika ada satu orang baru pasti akan dapat membedakannya sebagai orang baru.
- Setelah paham dengan suatu kelompok taksa, langkah kedua adalah harus paham dengan dasar-dasar taksonomi, konsep spesies, biogeografi, biologi evolusi, terminologi morfologi spesies, biosistematika, klasifikasi, dan pengetahuan terkait peraturan tatanama spesies sesuai kode/standar aturan terbaru. Memiliki pengetahuan konsep spesies yang kuat menjadi sangat penting untuk menentukan kapan suatu spesies disebut berbeda genus, spesies, subspesies, variasi, forma, silangan/hybrid, mutasi, dan lain-lain. Jika pengetahuan terkait konsep spesies tidak kuat, dikhawatirkan akan membuat keliru langkah selanjutnya. Misalnya spesies yang sebenarnya adalah natural hybrid atau mutasi, namun dijadikan sebagai spesies baru hanya karena ada beberapa perbedaan karakter minor. Pengetahuan terminologi morfologi juga penting untuk dapat membuat deskripsi ilmiah suatu spesies sesuai dengan standar tata nama ilmiah terbaru. Pengetahuan dalam menamakan spesies tidak kalah penting untuk diketahui. Hal tersebut dikarenakan setiap kelompok taksa memiliki aturan penamaannya sendiri. Misalnya untuk penamaan tumbuhan, fungi dan alga mengacu kepada Shenzhen Code (International Code of Nomenclature for algae, fungi, and plants). Untuk hewan mengacu kepada aturan International Code of Zoological Nomenclature.
- Jika sudah dapat spesies yang diduga adalah spesies baru. Proses selanjutnya adalah membandingkan dengan spesies lain yang memiliki kemiripan terdekat. Proses ini dapat dilakukan dengan membaca protolog spesies tersebut dan melakukan pengecekan spesimen herbarium. Jika sudah yakin spesies tersebut adalah spesies baru, langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan karakter morfologi dan membuat diagnosis karakter kunci dengan spesies terdekatnya. Meskipun telah memiliki ilmu identifikasi spesies yang kuat, bagian penemuan spesies yang diduga baru ini di alam sangat tergantung kepada faktor keberuntungan, kadang mudah dan kadang sulit. Penulisan manuskrip juga harus dipikirkan dan dilakukan dengan benar dan baik. Karena deskripsi karakter yang tidak benar akan sangat mempengaruhi peneliti lain atau pembaca dalam membayangkan dan mengidentifikasi spesies tersebut. Penggambaran ilustrasi botani atau line drawing juga penting, khususnya jika spesies tersebut memiliki karakter kunci yang tidak tampak hanya dengan foto. Penamaan spesies juga dilakukan di tahap ini, hak prerogatif author dengan tetap mengikuti standar internasional code nomenclature yang berlaku. Namun alangkah baiknya tetap mengikuti etika penamaan spesies, misalnya tidak menamakan untuk dirinya sendiri, tidak dijual untuk kepentingan komersil atau bisnis, tidak menamakan untuk tokoh jahat, dan lain-lain.
- Submit di jurnal internasional dengan cakupan taksonomi atau klasifikasi biodiversitas. Jika memungkinkan submit ke jurnal yang bereputasi tinggi agar proses review menjadi semakin baik. Pada proses ini spesies yang diajukan sebagai spesies baru tersebut diuji oleh para pakar dan reviewer internasional. Seperti sidang mahasiswa doktoral yang diuji terkait hasil penelitiannya. Author harus mempertahankan argumentasi dengan cara yang dapat diterima secara ilmiah, serta dapat membuktikan kalau ini adalah spesies baru kepada para reviewer. Kalau tidak lolos proses review berarti gagal. Jika lolos proses review namun sebenarnya bukan spesies baru, nantinya akan ada peneliti lain yang menyinonimkan nama ilmiahnya. Contohnya pada Paphiopedilum sandyanum yang disinonimkan menjadi Paphiopedilum papuanum karena variasi karakter minor yang tidak cukup kuat untuk dijadikan sebagai spesies yang berbeda.
- Setelah nama tersebut diterima secara ilmiah, proses selanjutnya membuat spesimen type. Spesimen type adalah spesimen yang digunakan untuk mendeskripsikan spesies baru tersebut. Spesimen type diawetkan dan dideposit ke herbarium yang telah terindeks, jika memungkinkan minimal ke dua herbarium yang berbeda. Misalnya spesimen Dendrobium moiorum dideposit ke Herbarium Bogoriense dan Hebarium Manokwariense.
Penulis: Reza Saputra, Pengendali Ekosistem Hutan di Balai Besar KSDA Papua Barat