Dinamika Pemberdayaan Masyarakat di Kampung Margorukun, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat

Pendahuluan

Tanah Papua adalah representasi dari kebinekaan di Indonesia, tinggal bermacam-macam etnis dari Sabang hingga Merauke yang hidup harmonis sejak bertahun-tahun lamanya. Keragaman ini muncul dengan adanya pendatang yang masuk ke wilayah Papua yang sebagian besar berasal dari Etnis Jawa, Buton, Bugis, dan Makassar. Keberagaman ini bermula dengan adanya program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah pusat pada masa Orde Baru, yaitu dengan memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk/kota ke daerah lain/desa di dalam wilayah Indonesia yang minim jumlah penduduknya. Penyelenggaran program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI mencatat bahwa Permulaan penyelenggaraan transmigrasi pada tanggal 12 Desember 1950, Pemerintah Indonesia secara resmi melanjutkan program kolonisatie yang terlah dirintis pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 dengan nama yang lebih nasionalis yaitu transmigrasi. Penyelenggaraan program transmigrasi di Papua dimulai pada tahun 1964 dimana transmigran yang berasal dari pulau Jawa tiba di Papua, kemudian mendiami daerah-daerah di Papua Barat yang salah satunya Kabupaten Manokwari. Pada saat itu, gelombang pertama transmigrasi dari Trenggalek tiba di Manokwari yang kemudian para transmigran tersebut membangun Kampung Sidomulyo. Pada fase ini, sejarah ketransmigrasian di Papua Barat dimulai.

Kampung Margorukun

Kampung Margorukun merupakan salah satu daerah transmigrasi di Papua Barat sejak gelombang transmigrasi pada tahun 1964. Transmigran yang mendiami kampung ini berasal dari Etnis Jawa dan Sunda. Pada tahun 1973, Kampung Margorukun merupakan bagian wilayah administrasi Kampung Sidomulyo sebagai kampung induk. Kemudian pada tahun 1982 terjadi pemekaran kampung yang membuat Kampung Margorukun terpisah dari kampung Sidomulyo. Pada tahun 1995 kampung Margorukun secara resmi ditetapkan sebagai kampung dengan luas 245 Ha. Nama kampung Margorukun memiliki arti jalan menuju persatuan.

Secara administrasi pemerintahan, Kampung Margorukun terletak di Distrik Oransbari, Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat. Pada bagian utara Kampung Margorukun berbatasan dengan Kampung Sidomulyo, Kampung Margomulyo di bagian selatan, Kampung Akeju di bagian timur, dan CA. Pegunungan Arfak di bagian barat. Perjalanan menuju kampung dapat diakses dengan moda transportasi umum dengan kondisi jalan beraspal.  Perjalanan menuju Kampung Margorukun dari Kota Manokwari dapat ditempuh dalam waktu dua jam perjalanan.

Data demografi kampung tahun 2021 mencatat jumlah penduduk kampung Margorukun sebanyak 388 jiwa. Jumlah tersebut terbagi ke dalam 136 KK yang terdiri dari 210 orang laki-laki dan 178 orang perempuan. Angka tersebut terbagi dalam kelompok usia berikut:

  1. Usia 0-15 tahun : 124 jiwa
  2. Usia 15-60 tahun : 248 jiwa
  3. Usia >60 tahun : 45 jiwa

Mata pencaharian masyarakat kampung didominasi sebagai petani, tercatat sebanyak 88 orang masyarakat sebagai petani, 27 orang pedagang, 9 orang PNS, 2 orang buruh bangunan dan 1 orang TNI.

Lahan masyarakat merupakan lahan pembagian jatah pada masa transmigrasi yanng diwariskan secara turun-temurun. Pada tahun 1980 setiap kepala keluarga transmigran memperoleh jatah lahan seluas 2 Ha hal ini untuk mendukung penghidupan transmigrant dan meningkatkan produksi pertanian dalam negeri. Lahan pembagian tersebut yang kemudian dikelola oleh masyarakat dan dibagi menjadi beberapa fungsi penggunaan lahan, 1 ha lahan digunakan sebagai lahan persawahan, ¾ lahan sebagai area perkebunan dan ¼ lahan digunakan untuk pemukiman, lahan ini dikelola masyarakat hingga saat ini.

Kampung Margorukun memiliki potensi yang beranekaragam, beberapa komoditas yang dimanfaatkan masyarakat Kampung Margorukun berdasarkan kaleder musim pada tabel 1.

Tabel 1. Komoditas yang dimanfaatkan masyarakat Kampung Margorukun

Komoditas pertanian dan peternakan dipasarkan dengan cara menjual ke pasar tradisional yang berada di Distrik Oransbari. Pengumpul yang berkunjung langsung ke kampung maupun ke BUMDES.

Dinamika Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi merupakan program pemerintah yang tertuang dalam Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang kehutanan, menerangkan bahwa pengelolaan hutan berorientasi pada seluruh potensi sumber daya kehutanan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dilakukan dengan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Hal ini sejalan dengan 10 cara Baru Kelola Kawasan Konservasi yang diusung oleh Direktur Jenderal KSDAE, Bpk. Ir. Wiratno M.Sc, khususnya pada butir pertama yaitu menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama dalam berbagai model pengelolaan kawasan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), jasa lingkungan air, patroli kawasan, penjagaan kawasan, pengendalian kebakaran, pencegahan perburuan satwa serta pemulihan ekosistem di kawasan konservasi.

Sebagai salah satu daerah penyangga kawasan konservasi Cagar Alam (CA) Pegunungan Arfak, Kampung Margorukun menjadi salah satu sasaran pemberdayaan masyarakat oleh Balai Besar KSDA Papua Barat. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait kegiatan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Papua Barat. Sejak tahun 2019, Balai Besar KSDA Papua Barat telah melakukan pendekatan kepada masyarakat di sekitar Distrik Oransbari dengan melibatkan pemerintah kampung dalam kegiatan penilaian pengelolaan kawasan konservasi. Kegiatan ini memberikan informasi mengenai bentuk interaksi masyarakat terhadap kawasan.

Interaksi masyarakat Kampung Margorukun dengan kawasan CA. Pegunungan Arfak cukup rendah, masyarakat telah mengenali batas kawasan dan fungsi kawasan. Jika dulu masyarakat masih mencari rotan di kawasan kini masyarakat fokus untuk menggarap sawah atau kebun yang dimiliki atau merumput untuk memberi makan ternak peliharaannya. Masyarakat beranggapan bahwa CA. Pegunungan Arfak memiliki peranan penting dalam irigasi pertanian mereka. Meskipun mereka tidak memanfaatkan aliran air dari dalam kawasan CA. Pegunungan Arfak secara langsung, melainkan percabangan DAS yang berasal dari mata air di dalam CA. Pegunungan Arfak.

Mengawali kegiatan pemberdayaan masyarakat pada tahun 2021, telah dibentuk kelembagaan konservasi sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi melalui kegiatan Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH). Kelompok Tani Hutan yang terbentuk merupakan kelompok sasaran penyadartahuan dan pengembangan usaha di bidang kehutanan. Kelompok tersebut diharapkan meningkatkan produktivitas, efisiensi, usaha, pendapatan dan kesejahteraan serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga dapat meningkatkan peran aktif masyarakat terhadap perlindungan, pengamanan dan pemanfaatan hutan secara lestari.

Gambar 1. KTH Giri Mulyo Kampung Margorukun

KTH Giri Mulyo

Nama KTH Giri Mulyo berasal dari bahasa Jawa yaitu “Giri” yang berarti hutan dan “Mulyo” yang berarti mulia. Sehingga Giri Mulyo memiliki arti Hutan Mulia, nama ini merepresentasikan kepedulian masyarakat mengenai pentingnya kelestarian hutan. Kelompok Tani Hutan Giri Mulyo atau yang kemudian disebut KTH Giri Mulyo dibentuk pada 8 Maret 2021 di Balai Kampung Margorukun. Sebagaimana pada berita acara pembentukan, KTH Giri Mulyo memiliki 24 (dua puluh empat) orang anggota yang merupakan masyarakat yang berdomisili di Kampung Margorukun.

Setelah dilaksanakan pembentukan KTH, kemudian dilakukan pendampingan secara intensif kepada masyarakat untuk menggali potensi kampung dan keterampilan masyarakat.Selanjutnya, dilakukan penyusunan rencana pemberdayaan masyarakat sebagai acuan bagi UPT Pembina ataupun pihak lainnya yang berkepentingan dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah penyangga yang aplikatif dan terintegrasi dengan kebijakan pembangunan daerah, rencana pengelolaan kawasan konservasi, serta rencana dan program pembangunan sektor-sektor.

Penyusunan rencana pemberdayaan dilakukan dengan diskusi partisipatif, wawancara dengan tokoh kunci, ceramah, dan bedah dokumen. Setelah mengumpulkan data dan informasi pendukung maka dirumuskan rencana pemberdayaan masyarakat dalam jangka 5 tahun seperti yang digambarkan pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Rencana Pemberdayaan Masyarakat Kampung Margorukun 2021-2025

Program pemberdayaan masyarakat yang dicanangkan Balai Besar KSDA Papua Barat tidak hanya terfokus pada peningkatan kesadartahuan masyarakat yang dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan. Namun juga dilakukan upayapeningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat melibatkan peran masyarakat dalam perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi. Salah satu wujud program yang dilakukan dalam mendorong peningkatan perekonomian masyarakat di desa binaan yaitu dengan fasilitasi usaha ekonomi produktif masyarakat di sekitar kawasan konservasi.

Fasilitasi usaha ekonomi produktif dilakukan dengan memberikan bantuan usaha ekonomi produktif sebagai stimulus yang dapat mendorong pengembangan ekonomi setempat. Fasilitasi tersebut harus berbasis sumber daya yang ada di dalam kawasan konservasi yang berpedoman pada rencana pemberdayaan masyarakat di CA. Pegunungan Arfak. Pada tahun 2021, Balai Besar KSDA Papua Barat memberikan bantuan usaha ekonomi produktif kepada KTH Giri Mulyo. Berdasarkan SK Dirjen KSDAE Nomor: SK.276/KSDAE/SET.3/REN.2/12/2020 tentang Daftar penerima bantuan dan jumlah barang yang akan diserahkan kepada masyarakat pada tahun anggaran 2021 dan PKS Nomor: PKS.61/K.7/TU/UM-1/8/2021 tentang pelaksanaan fasilitasi bantuan usaha ekonomi produktif di KTH Giri Mulyo Penyangga Kawasan CA. Pegunungan Arfak. Jenis bantuan yang diterima merupakan belanja pembuatan demplot lebah tanpa sengat (Tetragonula sp.) sebesar Rp. 15.000.000,- (Lima Belas Juta Rupiah) yang diberikan melalui LS Rekening a.n. Kel. Tani Hutan Giri Mulyo.

Budidaya lebah tanpa sengat (Tetragonula sp.) menjadi peluang usaha yang menjanjikan, selain karena mudah dilakukan lebah tersebut juga menghasilkan madu, propolis, dan polen. Achyani dan Wicandra (2019) menyatakan madu Trigona memiliki kandungan antioksidan lebih tinggi dibanding madu dari genus Apis (lebah madu yang biasa dibudidayakan).

Ketersediaan sumber nektar dan resin yang melimpah di kampung menjadi ekosistem ideal bagi budidaya lebah tanpa sengat. Selain itu, proses budidaya yang mudah dikembangbiakkan dimana saja serta relatif mudah melatarbelakangi kelompok untuk memulai usaha budidaya lebah Trigona, dengan memanfaatkan dana bantuan usaha, kelompok membangun demplot budidaya lebah Trigona yang dibangun di lokasi kampung pada daerah yang memiliki banyak tumbuhan penghasil nektar dan resin. Melalui kegiatan pendampingan, kelompok diberikan pelatihan praktis budidaya lebah Trigona, kemudian secara bergotong-royong kelompok membangun demplot. Untuk mendapatkan koloni lebah Trigona yang unggul kelompok membeli pada petani lebah yang telah berpengalaman dalam menangkarkan lebah Trigona. Tetragonula biroi adalah spesies lebah yang dipilih karena merupakan bibit unggul yang mudah dibudidayakan, adaptif, tahan penyakit dan mudah diperbanyak.

Untuk menjamin terkelolanya bantuan usaha secara optimal, pendamping melakukan pendampingan dalam penyiapan dokumen pencairan bantuan, penyaluran, pengelolaan dan pertanggungjawaban bantuan usaha. Pengelolaan bantuan usaha dilaksanakan secara partisipatif oleh kelompok dengan dukungan pemerintah Kampung Margorukun.

Gambar 2. Demplot budidaya lebah Trigona KTH Giri Mulyo

Penutup

Kelompok tani hutan sebagai wadah pembinaan masyarakat di daerah penyangga diharapkan dapat terus berkembang menuju kemandirian dan mendukung keberhasilan penyelenggaraan KSDAE di Papua Barat. Perwujudan kemandirian kelompok tentunya tidak lepas dari pendampingan secara intensif oleh UPT Pembina, dukungan dari pemerintah pusat hingga ke tingkat tapak, universitas setempat, local champion, dan para aktivis.

Fasilitasi usaha ekonomi produktif menjadi salah satu program yang dapat mendorong pengembangan ekonomi setempat berbasis sumber daya yang ada dalam kawasan konservasi.Selain itu, peningkatkan kapasitas kelompok melalui pelatihan-pelatihan sesuai dengan jenis usaha yang dikelola juga dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian kelompok.

 

Penulis: Meyanti Toding Buak (Penyuluh Kehutanan Balai Besar KSDA Papua Barat)

 

Daftar Pustaka

Achyani & Wicandra, Dimas. 2019. Kiat Praktis Budidaya Lebah Trigona (Heterotrigona itama). Lampung: CV. Laduny Alifatama

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigran. 2015. Transmigrasi Masa Doeloe, Kini dan Harapan Kedepan. Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi

Monografi Kampung Margorukun 2021

Rencana Pemberdayaan Masyarakat sekitar CA. pegunungan Arfak