KOLABORASI DALAM UPAYA KONSERVASI KETAM KENARI DI KABUPATEN RAJA AMPAT

1Sobat, sudah kenal dengan Ketam Kenari? Ya, Ketam Kenari (Birgus latro) biasa juga dikenal dengan Kepiting Kenari. Satwa yang satu ini merupakan jenis averterbrata yang dilindungi sesuai Peraturan Menteri LHK nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Ketam Kenari dilindungi karena berbagai alasan diantaranya karena persebaran jenis satwa ini sangat terbatas. Kita hanya akan menjumpai Ketam Kenari di Indonesia bagian timur dari selat Makassar hingga ke Papua.

Selain itu kehidupan satwa ini sangat menarik. Pertumbuhannya amat lambat  dan mengalami siklus hidup yang unik. Pada fase “glaucothoe” atau fase kelomang dapat dilalui selama 2.5 tahun. Setiap berganti kulit, Ketam Kenari akan mencari cangkang  yang sesuai dengan pertambahan ukuran tubuhnya. Cangkang gastropoda yang kosong akan dipilih untuk tempat tubuhnya. Ketam Kenari juga menjadi salah satu komoditas ekonomi. Akibatnya, masyarakat menangkap arthopoda ini untuk menambah penghasilan mereka. Beberapa lokasi penangkapan Ketam Kenari ternyata  berada di Kabupaten Raja Ampat.

WhatsApp Image 2019-03-22 at 19.35.08

Berangkat dari alasan tersebut, Balai Besar Konservasu Sumber Daya Alam Papua Barat (BBKSDA PB) bersama Conservation International (CI) Raja Ampat dan BLUD Konservasi Kawasan Laut berkolaborasi dalam upaya konservasi Ketam kenari. Salah satunya melalui Sosialisasi Peraturan Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi di Kampung Fam, Kampung Saukabu, dan Kampung Saupapir, Kepulauan Fam Kabupaten Raja Ampat (20-22/3/2019)

Kegiatan ini sebagai langkah awal dalam upaya perlindungan Ketam Kenari. Sosialisasi yang dilakukan diharapkan mampu merubah pemahaman masyarakat tentang Ketam Kenari. Kedepan perlu strategi untuk menggantikan nilai ekonomi  Ketam Kenari bagi masyarakat. Salah satunya berupa penangkaran berbasis kelompok masyarakat,  mengingat tidak semua warga Kepulauan Fam memiliki lahan.

WhatsApp Image 2019-03-22 at 19.35.03 (1)

Melalui penangkaran, masyarakat tidak hanya fokus pada produksi, tetapi memunculkan diversifikasi produk, contohnya atraksi wisata. Pengunjung  berkesempatan untuk “release” Ketam Kenari dengan sistem adopsi. Nantinya atraksi ini bisa diintegrasikan pula dengan wisata lain yang ada disekitar kampung yang terkenal seperti “Geosite Park Pyanemo”. Akan tetapi, penangkaran juga memerlukan indukan yang akan ditangkar. Mau tidak mau indukan Ketam kenari  tetap diambil dari alam. Oleh karena itu perlu adanya pengusulan Ketam Kenari sebagai satwa buru sehingga dapat diambil dengan batasan tertentu. Tentu dalam proses ini pengawasan dan monitoring dari pihak-pihak terkait harus berjalan seiring dengan pengembangan stragegi yang dilaksanakan. (R.K)

Dok.  BBKSDA Papua Barat