Masyarakat Hukum Adat (MHA) Marga Serampas, Kearifan Lokal Dalam Rajutan Kemitraan Konservasi
Oleh: Yoga Alfa Marendi, S.Hut
“Juara 7 dalam kompetisi menulis Balai Besar KSDA Papua Barat”
Keberadaan taman nasional sebagai bagian dari kawasan hutan konservasi tidak terlepas dengan adanya masyarakat didaerah penyangga yang berada disekitarnya. Masyarakat dan kawasan hutan memiliki hubungan yang sangat erat. Salah satu masyarakat yang memiliki hubungan yang erat dengan kawasan hutan yaitu masyarakat adat yang bermukim dan saling berinteraksi dengan kawasan hutan konservasi. Salah satu masyarakat adat yang menjadi penyangga kawasan hutan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat ialah Masyarakat Hukum Adat (MHA) Marga Serampas . Masyarakat adat yang masih mempertahankan adat dan budaya dalam nuansa berkehidupan sehari-hari. Serampas berasal dari suku kata se yang artinya kelompok dan ampu yang artinya sakti, sekelompok orang-orang sakti. MHA Marga Serampas, yang dulunya terdiri dari 3 (tiga) desa, yaitu Desa Renah Alai, Desa Tanjung Kasri dan Desa Renah Kemumu. Seiring bertambanhya penduduk, MHA Marga Serampas kemudian berkembang menjadi 5 (lima) desa, Desa Renah Alai dimekarkan menjadi 2 (dua) desa, Desa Rantau Kermas dan Desa Lubuk Mentilin.
Adat Serampas yang dipimpin oleh Depati, dengan pimpinan tertinggi berada pada Depati Sri Bumi Putih Pamuncak Alam. Depati Sri Bumi Putih Pamuncak Alam dibantu seorang depati yang berada dimasing-masing desa dalam menjalankan tugasnya. Depati Karti Mudo Menggalo (Desa Renah Alai), Depati Singonegaro (Desa Tanjung Kasri) dan Depati Pulang Jawa (Desa Renah Kemumu) yang mempunyai kedudukan yang setara. Sedangkan, Depati Karti Mudo Menggalo memiliki 3 (tiga) depati, Depati Seni Udo yang bekedudukan di Desa Renah Alai, Depati Payung yang berkedudukan di Desa Rantau Kermas dan Depati Gentorajo yang berkedudukan di Desa Lubuk Mentilin. Batas wilayah adat MHA Marga Serampas mencakup wilayah 3 (tiga) depati, yaitu Depati Karti Mudo Menggalo, Depati Singonegaro dan Depati Pulang Jawa yang berada dibawah kekuasaan Depati Sri Bumi Putih Pamuncak Alam yang tertuang didalam tembo induk. Dokumen tembo induk hanya dapat dilihat pada acara tertentu seperti acara adat. Sektor pertanian seperti perkebunan dan sawah merupakan tumpuan kehidupan sebagian besar masyarakat Serampas. Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan ialah kopi, kayu manis, kacang merah, padi dan tanaman palawija lainnya. Pertanian dengan sistem tradisional dilakukan hampir seluruh masyarakat Serampas, kecuali untuk budidaya sayur seperti kentang, ubi jalar dan cabai yang sudah menggunakan alat yang relatif modern. Sebagian hasil pertanian seperti padi dan sayur-sayuran dikonsumsi sendiri oleh masyarakat Serampas. Kopi dan Kayu Manis yang merupakan komuditi bernilai ekonomi dijual dalam bentuk mentah oleh masyarakat Serampas.
Keberlangsungan kehidupan masyarakat secara jangka panjang tidak terlepas dari lingkungan dimana mereka bertempat tinggal. Hubungan yang terjalin selama puluhan bahkan ratusan tahun dengan lingkungan sekitarnya telah melahirkan suatu pranata atau hubungan yang saling menguntungkan. Seperti perilaku masyarakat dalam membagi tata ruang lahan dalam menjaga lingkungan. Bentuk kearifan lokal masyarakat Serampas yang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Marga Serampas. Kearifan lokal masyarkat Serampas dalam membagi wilayah ruang lahan yang meliputi ulu aik, tanah ngarai, tanah ajum dan arah. Wilayah ulu aik, yaitu kawasan perlindungan sumber mata air yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Tanah ngarai, yaitu kawasan perlindungan yang memiliki kelerengan tinggi dan tidak boleh diolah karena akan mengakibatkan banjir dan longsor. Tanah ajum, yaitu kawasan yang dapat digunakan sebagai penunjang perekonomian masyarakat, peruntukan untuk tanaman muda dan semusim. Tanah arah, yaitu tanah yang pemanfaatannya digunakan untuk pemukiman. Semua pengaturan tata ruang tersebut berdasarkan keputusan adat yang dilakukan oleh pemangku adat/depati. Depati dan ninik mamak memiliki otoritas dalam pengelolaan lahan yang berhubungan dengan aturan penguasaan dan pemanfaatan lahan. Masyarakat yang ingin mendapatkan tanah ajum dan arah harus melapor kepada depati. Masyarakat yang menerima tanah arah berkewajiban menerima aturan adat. Secara turun-temurun nenek moyang masyarakat adat Serampas terdahulu memang sudah melarang melakukan penebangan hutan yang menjadi hulu sungai dan sumber mata air. Apabila terdapat pelanggaran yang dilakukan masyarakat, maka akan dikenakan sanksi adat yang telah dituangkan dalam peraturan desa terkait dengan larangan penebangan hutan
Wilayah MHA Marga Serampas sebagian besar adalah kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat dengan luasan 50.000 ha berdasarkan pada Perda No 8 tahun 2016. Selain kawasan pemukiman, perladangan dan persawahan yang berupa kawasan APL (Area Penggunaan Lain), MHA Marga Serampas juga memiliki hutan adat yang berada di Desa Rantau Kermas yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Peta Penetapan Pencantuman Hutan Adat Marga Serampas di Desa Rantau Kermas nomor SK. 6741/MENLHK-PSKL/KUM.1/12/2016 dan SK Penetapan Hutan Adat Marga Serampas di Desa Rantau Kermas nomor SK 6745/MENLHK-PSKL/KUM.1/12/2016. Keseriusan MHA Marga Serampas dalam mempertahankan kelestarian hutan yang dituangkan dalam aturat adat membuat perlu dilakukan kolaborasi konservasi dengan melibatkan masyarakat dalam berbagai pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan yang dalam hal ini sesuai dengan arahan Direktur Jenderal KSDAE. Sebagai kawasan konservasi, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) tidak terlepas dari permasalahan perambahan/penggunaan kawasan tanpa izin (PKTI). Sebagai upaya untuk mengurangi PKTI perlu adanya manajemen kolaboratif yang adaptif melalui rajutan kemitraan konservasi masyarakat adat yang berada diwilayah penyangga kawasan TNKS. Melibatkan MHA Marga Serampas melalui Perjanjian Kerja Sama Kemitraan Konservasi antara Balai Besar TNKS dengan MHA Marga Serampas yang sudah berkomitmen sejak lama dalam menjaga dan melindungi kawasan hutan dalam rajutan kemitraan konservasi merupakan upaya yang efektif dan saling menguntungkan. Kemitraan konservasi merupakan salah satu langka melibatkan masyarakat Serampas dalam menjaga kawasan TNKS. Kemitraan konservasi antara MHA Marga Serampas dan TNKS merupakan upaya kolaboratif serangkaian kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan TNKS, pemulihan ekosistem, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) didalam kawasan hutan dan pengelolaan ekowisata. Selain itu, kemitraan konservasi juga mendukung peningkatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan peningkatan ekonomi desa binaan berdasarkan potensi dari masing-masing desa. Masyarakat dapat memanfaatkan ekowisata yang berada di kawasan TNKS untuk menjadi alternatif dalam peningkatan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Serampas. Kemitraan konservasi antara TNKS dan MHA Marga Serampas diharapkan akan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan dan diharapakan akan meningkatkan pendapatan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat akan jauh lebih baik. Kemitraan konservasi dengan melibatkan masyarakat adat dalam upaya perlindungan dan pengamanan kawasan hutan serta meningkatkan rasa memiliki terhadap kawasan hutan akan membantu mengurangi ancaman-ancaman terhadap kawasan hutan. Hutan lestari, masyarakat adat sejahtera.