MEMAHAMI TEORI DIFUSI INOVASI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Konservasi adalah persoalan mengajak masyarakat dan mengubah mindset responsif terhadap perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari terhadap sumber daya alam disekitarnya. Menciptakan perubahan dalam suatu kelompok masyarakat tentu memerlukan strategi yang efektif dan inovasi yang mampu menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat. Tidak sedikit inovasi yang muncul dari perguruan tinggi, pemerintah, swasta maupun para peneliti tidak dapat diaplikasikan ke dalam suatu kelompok masyarakat. Bukan karena inovasinya yang kurang relevan, melainkan terkadang karena strategi introduksi yang digunakan ke masyarakat kurang efektif.

Untuk mengatasi hal tersebut, seorang ilmuwan komunikasi pembangunan bernama Everett M. Rogers memopulerkan teori difusi inovasi melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations (Rogers, 1983). Terlepas dari dialektika yang berkembang atas munculnya teori tersebut, setidaknya ada beberapa hal yang menarik untuk dipelajari dalam hal mempersiapkan strategi untuk melakukan introduksi inovasi kepada masyarakat sasaran bertolak dari teori tersebut.

Sebelum seseorang atau suatu kelompok masyarakat meyakinkan dirinya untuk menerima suatu inovasi, ada beberapa tahapan yang akan dipertimbangkan olehnya. Tahapan itulah yang kemudian penting untuk diperhatikan dalam penyusunan strategi introduksi inovasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar Alur pengambilan keputusan inovasi

  1. Tahap pengetahuan

Pada tahap ini, seseorang atau sekelompok masyarakat masih dalam kondisi belum mengetahui inovasi apa yang perlu dilakukan atau diciptakan untuk menyelesaikan persoalannya. Oleh sebab itu, pemilik inovasi perlu mengenalkan inovasinya melalui berbagai saluran yang memungkinkan mereka dapat mendapatkan informasi yang jelas. Saluran yang akan diambil penting untuk memperhatikan karakteristik sasaran apakah lebih cocok menggunakan komunikasi interpersonal seperti tatap muka perorangan, komunikasi kelompok seperti sosialisasi dengan kelompok masyarakat, ataupun komunikasi massa seperti menggunakan media cetak/ elektronik.

  1. Tahap persuasi

Pada tahap ini, ketika sasaran telah mendapatkan informasi, mereka akan mulai mempertimbangkan apakah akan menerima atau menolak inovasi tersebut. Tahap ini akan lebih banyak pada faktor diri penerima inovasi, namun bahan pertimbangan mereka perlu diperhatikan oleh pemilik inovasi sehingga sikap sasaran dapat condong untuk menerima inovasi yang diberikan. Terdapat 5 pertimbangan yang akan diperhatikan oleh sasaran untuk menentukan sikapnya yaitu:

  1. Keunggulan relatif (relative advantage)

Disini, sasaran akan mempertimbangkan keunggulan inovasi yang akan diintroduksikan dengan yang pernah ada sebelumnya. Keunggulan yang dimakusud bersifat relatif berdasar preferensi subyektif seperti ekonomi, prestise, sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Maka dari itu, mengetahui sejak dini preferensi sasaran akan sesuatu hal yang mereka butuhkan beserta inovasi pembandingnya yang telah ada menjadi penting untuk dilakukan. Contoh dari pertimbangan ini adalah ketika produsen handphone menawarkan handpone merk baru, maka konsumen akan memilihnya jika handpone tersebut dianggap lebih unggul secara relatif dari handpone lainnya yang telah ada menurut konsumen tersebut (misal harga lebih murah atau kamera lebih jernih atau mesin lebih awet dan lain sebagainya).

  1. Kompatibilitas (compatibility)

Disini, sasaran akan mempertimbangkan kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai yang berlaku dan kebutuhan pengadopsi. Individu akan selalu terikat oleh sistem sosial, oleh sebab itu mereka memiliki nilai-nilai yang dianut. Ketidaksesuaian terhadap nilai yang dianut akan memengaruhi keberterimaan terhadap inovasi tersebut. Fenomena ini sering kita jumpai pada kasus vaksin. Bagi sebagian orang, babi merupakan hewan yang haram untuk dikonsumsi sehingga segala hal yang berkaitan dengan babi tidak boleh dikonsumsi. Nilai tersebut membuat sebagian orang kurang menerima vaksin yang diberikan pemerintah untuk mengatasi penyakit tertentu yang dianggap terdapat unsur babi di dalamnya. Oleh sebab itu, penting sekali seorang pemilik inovasi untuk memahami nilai yang berkembang di masyarakat dan juga memahami kebutuhannya supaya inovasi yang akan diberikan dapat disesuaikan. Hal tersebut juga perlu didukung dengan metode komunikasi yang tepat sehingga kesesuaian antara inovasi dengan nilai dan kebutuhan sasaran dapat tercapai.

  1. Kerumitan (complexity)

Disini, sasaran akan mempertimbangkan tingkat kerumitan dalam penggunaan inovasi. Semakin mudah inovasi itu digunakan dibanding yang sudah ada, pengadopsi akan lebih memilihnya dibanding yang rumit/ sulit untuk digunakan. Sebagai contoh adalah penggunaan handpone android bagi orang tua. Sebagian orang tua, merasa terbiasa dan lebih mudah menggunakan handpone tipe lama yang masih menggunakan tombol. Handpone android yang dirancang menggunakan touchscreen dan fitur beragam, bagi sebagian orang tua terlalu rumit sehingga mereka lebih memilih handpone tipe lama dibandingkan dengan handpone android.

  1. Kemampuan diujicobakan (triability)

Disini, sasaran akan mempertimbangkan inovasi yang dapat diujicoba dibanding inovasi yang masih bersifat abstrak. Bagi petani, cara membasmi hama penyakit tanaman yang langsung diuji coba oleh penyuluh dan disaksikan langsung oleh mereka akan lebih dipertimbangkan dibanding cara yang hanya disampaikan secara ceramah dalam suatu forum sosialisasi.

  1. Kemampuan diamati (observability)

Sebagaimana kemampuan untuk diujicobakan, kemampuan ini juga merujuk pada bagaimana seseorang atau masyarakat dapat melihat atau mengamati langsung penggunaan inovasi tersebut dalam menjawab kebutuhan mereka. Semakin mereka dapat melihat proses dan keefektifan inovasi tersebut maka akan semakin dipertimbangkan pula keberadaan inovasi itu.

  1. Tahap pengambilan keputusan

Setelah sasaran melakukan pertimbangan-pertimbangan, mereka akan melalui tahapan pengambilan keputusan. Inovasi yang tertolak akan memiliki 2 kemungkinan yaitu sama sekali tidak digunakan (continued rejection) atau akan digunakan dikemudian hari (later adoption). Inovasi yang diterima, akan memasuki tahap berikutnya.

  1. Tahap implementasi

Setelah inovasi diterima, sasaran akan mulai untuk mengimplementasikan atau menggunakan inovasi tersebut. Perlu dipahami, bahwa inovasi dapat berupa produk, konsep, metode, proses, hubungan, teknologi, sumber daya manusia atau struktur organisasi. Inovasi yang diimplementasikan akan dipelajari lebih lanjut oleh pengadopsi sebagai dasar pengambilan keputusan selanjutnya.

  1. Tahap konfirmasi

Tahap ini adalah tahap terakhir dari suatu proses introduksi inovasi. Inovasi yang telah diimplementasikan oleh pengadopsi akan dievaluasi apakah mampu menjawab kebutuhan mereka atau justru menimbulkan kerugian/ tidak memberikan dampak apapun. Hasil evaluasi tersebut akan menentukan apakah inovasi tersebut akan dilanjutkan untuk digunakan (continued adoption) atau dihentikan penggunaannya (discontinuance). Dengan demikian, penting bagi pemilik dan mengintroduksi inovasi untuk mengawal dan mempersiapkan strategi yang tepat dalam melakukan melakukan difusi inovasi kepada masyarakat supaya inovasi yang telah diciptakan tidak menjadi sia-sia dan mampu menjawab persoalan masyarakat sekaligus mampu mewujudkan tujuan yang diharapkan.

Dalam konteks pengelolaan kawasan konservasi, teori difusi inovasi ini akan sangat membantu pelaksana program atau kegiatan pengelolaan untuk menyusun strategi difusi inovasi ke masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi. Mulai dari tahapan pengetahuan, persuasi, pengambilan keputusan, implementasi dan konfirmasi, seluruhnya harus direncanakan dengan baik sehingga inovasi dalam pemberdayaan masyarakat lokal yang dikembangkan dapat diterima dan diimplementasikan oleh masyarakat dan mampu menimbulkan keb