Mengenal Gunung Buffelhoorn di Kawasan Konservasi Cagar Alam Waigeo Timur
Secara administrasi, Cagar Alam Waigeo Timur masuk ke dalam wilayah Distrik Waigeo Timur, Distrik Waigeo Utara, dan Distrik Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Pengelolahannya berada di bawah tanggung jawab Seksi Konservasi Wilayah I Waisai, Bidang KSDA Wilayah I, Balai Besar KSDA Papua Barat. Kawasan ini memiliki luas 104.412,83 Ha berdasarkan SK. 3689/Menhut-VII/KUH/2014. Memiliki sumber daya alam hayati yang kaya dan beragam, untuk tumbuhan diantaranya, yakni Ploiarum sessile, Exocarpus latifolius, Gymnostoma rumphianum, Decasermum bracteatum, Ixonanthes reticulate, dan Myrsine rawaensisi. Sedangkan untuk satwa endemik di kawasan ini antara lain, yaitu Maleo Waigeo (Aepypodius bruijnii), Cenderawasih Merah (Paradiseae rubra), Cenderawasih Wilson/ Botak (Cicinurus respublica) dan Kuskus Berbintik (Spilocuscus muculatus).
Keadaan topografi pada kawasan ini umumnya hampir mirip dengan Waigeo Barat, yaitu bergelombang ringan – berat dan memiliki beberapa karakter perbukitan gamping atau conical hill. Namun ada sesuatu yang berbeda di Cagar Alam Waigeo Timur, yaitu Gunung Buffelhoorn atau tanduk kerbau yang ketinggiannya sekitar 670 mdpl dengan morfologi yang relatif terjal.
Gunung Buffelhoorn atau tanduk kerbau berada di sekitar kampung Waifoi dan kampung Warimak. Masyarakat kampung lebih familiar dengan kata Nok untuk gunung ini. Gunung Buffelhoorn merupakan gunung yang dianggap keramat oleh masyarakat sekitar, dikarenakan rumor masyarakat gunung ini dulunya digunakan oleh moyangnya sebagai tempat bertapa.
Secara geologi Gunung Buffelhoorn merupakan gunung dengan umur tertua di Kawasan Waigeo, yaitu berumur Jurasic (148 juta tahun yang lalu). Tersusun oleh batuan ultabasa/ultramafik yang diantaranya Dunit, Harzburgit, Pyroxenit dan Sempertinit, dan juga beberapa jenis sedimen Pelagos. Perlu diketahui bahwa batuan beku ultrabasa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung kurang dari 45% SiO2 dari komposisinya. Kandungan mineralnya didominasi oleh mineral-mineral berat dengan kandungan unsur-unsur seperti Fe (besi/iron) dan Mg (magnesium) yang disebut juga mineral ultramafik. Batuan beku ultrabasa hanya dapat terbentuk secara plutonik, dikarenakan materi magma asalnya yang merupakan magma induk(parent magma) yang berasal dari Asthenosfer. Kehadiran mineralnya seperti Olivin, Piroksin, Hornblende, Biotit dan sedikit Plagioklas. Pada batuan beku ultrabasa hampir tidak ditemukan mineral kuarsa. Batuan beku ultrabasa ini juga hanya bertekstur afanitik karena sifat tempat terbentuknya yang plutonik.
Hal ini yang menyebabkan karakteristik tumbuhan yang tumbuh disekitar gunung ini berbeda, unik dan membuat penasaran para eksplorasi untuk mengeksplor daerah tersebut. Pada tahun 2007 tim Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melakukan ekspedisi pada tanggal 11 Juni sampai 9 Juli 2007. Dari hasil yang mereka menjumpai berbagai jenis tumbuhan endemik dan tiga jenis tumbuhan baru salah satunya adalah tumbuhan dari genus Cyrtosperma.
Penulis : Rivaldo D. Patty (Staf Bidang Teknis Balai Besar KSDA Papua Barat)