Paphiopedilum, Jenis Anggrek dilindungi di Papua
Berdasarkan Permenlhk Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, terdapat 3 (tiga) spesies anggrek yang dilindungi di kawasan Papua. Jenis tersebut antara lain, yaitu Paphiopedilum glanduliferum, Paphiopedilum wilhelminae, dan Paphiopedilum violascens. Siapa Paphiopedilum dan mengapa dia dilindungi ?
Paphiopedilum, anggrek yang terkenal unik dan cantik
Paphiopedilum merupakan salah satu genus dari famili Orchidaceae yang memiliki nilai jual dan ancaman perburuan yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan genus ini memiliki bunga yang cantik, unik, dan besar dengan usia mekar yang cukup lama. Nama Paphiopedilum memiliki latar belakang yang berhubungan dengan kelahiran Aphrodite, Dewi Cinta, Kecantikan, dan Kesuburan. Penemu genus ini, Ernst Hugo Heinrich Pfitzer, menamakan Paphiopedilum sebagai gabungan dari dua kata Yunani, yaitu ‘Paphos-tempat kelahiran Aphrodite’ dan ‘pedilon-yang berarti sandal’. Type spesimen untuk genus Paphiopedilum adalah Paphiopedilum insigne yang dideskripsikan oleh Pfitzer pada tahun 1888.
Genus Paphiopedilum memiliki salah satu ciri labelum yang termodifikasi menjadi bentuk kantung. Oleh karena itu, genus ini umum disebut sebagai Anggrek Kantung. Meskipun sampai saat ini terdapat 5 genus yang umum disebut sebagai anggrek kantung, namun hanya Paphiopedilum yang memiliki persebaran di Indonesia. Sedangkan genus Phragmipedium dan Selenipedium tersebar di Amerika Tropis, genus Cypripedium tersebar di belahan bumi utara sampai Amerika tengah, dan genus Mexipedium yang tersebar di Meksiko (POWO Kew, 2019).
It’s a trap !
Salah satu karakter Paphiopedilum, yaitu labelum berbentuk kantung memiliki fungsi yang sangat unik dan penting bagi kelangsungan hidup. Kantung tersebut berfungsi sebagai perangkap polinator. Jika terdapat serangga yang hinggap di kantung, maka seketika akan terpeleset/terjatuh ke dalam kantung karena struktur bagian dalam kantung yang licin (slippery). Untuk keluar dari jebakan kantung tersebut, serangga tidak dapat terbang atau lompat karena terdapat cairan di kantung. Serangga hanya memiliki satu jalan keluar yaitu dengan memanjat jalan sempit yang berada di dekat anther/polinia. Sehingga polinia akan menempel di punggung serangga ketika serangga tersebut melewati jalan sempit untuk ke luar. Untuk lebih jelasnya dapat disaksikan video Polinasi dari Bucket Orchids berikut.
Ada berapa spesies ?
Sampai dengan 11 Desember 2019, genus Paphiopedilum memiliki sedikitnya 107 spesies yang diterima secara ilmiah dengan persebaran dari India, China, Myanmar, Malaysia, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Filipina, New Guinea, sampai Kepulauan Solomon (POWO Kew, 2019). Genus ini umum ditemukan di hutan hujan topis dengan elevasi dari 1 – 2300 meter di atas permukaan laut. Meskipun umum ditemukan pada daerah yang memiliki curah hujan dan kelembapan tinggi, namun terdapat beberapa spesies yang dapat toleran daerah kering. Daun Paphiopedilum yang tebal sangat ideal untuk beradaptasi terhadap kekeringan dan mampu pulih dengan cepat ketika hujan turun.
Paphiopedilum dengan status CITES Apendiks I
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) adalah salah satu konvensi dunia yang fokus untuk mengatur terkait perdagangan spesies flora dan fauna terancam punah. CITES membagi kategori menjadi 3 Apendiks antara lain, yaitu:
- Apendiks I merupakan daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah jika perdagangannya tidak dihentikan. Segala bentuk perdagangan internasional untuk jenis-jenis yang diambil dari alam sangat dilarang. Namun untuk jenis hasil penangkaran atau budidaya dianggap sebagai spesimen dari Apendiks II dan dapat dijual dengan beberapa persyaratan;
- Apendiks II merupakan daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan ketat; dan
- Apendiks III merupakan daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke dalam Apendiks II atau Apendiks I.
Genus Paphiopedilum merupakan salah satu genus yang semua anggotanya tergolong ke dalam CITES Apendiks I. Hal tersebut karena maraknya perdagangan spesies ini di tingkat internasional. Selain itu, berdasarkan IUCN sebagian besar status konservasi anggrek kantung termasuk ke dalam terancam punah/Endangered (EN), bahkan ada beberapa spesies yang sangat terancam punah/Critically Endangered (CR). Sebagai contoh, Paphiopedilum canhii, anggrek kantung asal Vietnam dengan status Critically Endangered (CR). Anggrek ini hanya dalam waktu 6 bulan mengalami penurunan populasi sebanyak 99.5% (Averyanov et al. 2014). Penurunan populasi yang sangat signifikan tersebut disebabkan karena perburuan atau over collection. Eksploitasi besar-besaran tersebut membuat harga anggrek P. canhii sangat murah, bahkan mencapai $10 USD per kilo (sekitar Rp. 500 per tanaman). Hal tersebut tidak menghasilkan uang untuk masyarakat lokal, pun tidak memberikan keuntungan untuk penjual anggrek nasional dan internasional, hanya memberikan kesedihan untuk pecinta anggrek di seluruh dunia. Aturan mengenai CITES Appendix I ini membuat kegiatan seperti di atas menjadi ilegal dan dapat dikenakan sanksi hukum.
Dari total 107 spesies Paphiopedilum yang masuk ke dalam Apendiks I, terdapat sekitar 43 spesies ada di Indonesia atau sekitar 40%. Dari 43 spesies tersebut, terdapat 4 spesies yang ada di Papua.
Paphiopedilum di Papua
Spesies-spesies Paphiopedilum di Papua tidak terlalu beragam seperti pada Indonesia bagian barat. Tercatat hanya 4 spesies yang diterima secara ilmiah antara lain, yaitu Paphiopedilum glanduliferum (Blume) Stein (1892), Paphiopedilum papuanum (Ridl. ex Rendle) L.O.Williams (1946), Paphiopedilum violascens Schltr. (1911), dan Paphiopedilum wilhelminae L.O.Williams (1942). Namun karena daerah Papua banyak yang belum terjelajahi, masih sangat dimungkinkan terdapat spesies baru dari genus Paphiopedilum.
Paphiopedilum glanduliferum (Blume) Stein (1892)
Spesies ini memiliki 13 synonim, yang terdeskripsi sebagai 8 spesies, 4 varian, dan 1 forma sebagai berikut:
- Cordula glandulifera (Blume) Rolfe (1912)
- Cordula praestans (Rchb.f.) Rolfe (1912)
- Cypripedium gardineri Guillemard (1886)
- Cypripedium glanduliferum Blume (1849)
- Cypripedium praestans Rchb.f. (1886)
- Cypripedium praestans var. kimballianum Linden & Rodigas (1890)
- Paphiopedilum gardineri (Guillemard) Pfitzer (1894)
- Paphiopedilum glanduliferum var. gardineri (Guillemard) Braem (1988)
- Paphiopedilum glanduliferum var. kimballianum (Linden & Rodigas) Fowlie (1991)
- Paphiopedilum glanduliferum praestans (Rchb.f.) Braem (1988)
- Paphiopedilum praestans (Rchb.f.) Pfitzer (1894)
- Paphiopedilum praestans f. striatum (M.A.Clem. & D.L.Jones) O.Gruss (2014)
- Paphiopedilum striatum A.Clem. & D.L.Jones (1996)
Paphiopedilum glanduliferum dicirikan dengan staminode berbentuk convex dan petal berpilin dengan panjang sekitar 9-10 cm. Spesies ini merupakan endemik Papua yang dapat ditemukan di hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah dari ketinggian 0 sampai dengan 200 m dpl. Tren populasi P. glanduliferum mengalami penurunan yang disebabkan karena perusakan habitat, penebangan pohon, koleksi yang berlebihan untuk hortikultur, perdagangan regional dan internasional, terinjak tidak sengaja, rekreasi, dan perubahan ekologi. Jumlah populasi dewasa diestimasikan kurang dari 250 individu dan terjadi penurunan populasi sejumlah 80% dalam 3 generasi terakhir. Berdasarkan catatan, sampai dengan saat ini hanya terdapat 4 lokasi populasi P. glanduliferum di Papua (Rankou & Sullivan, 2015). Hal tersebut menjadi penyebab P. glanduliferum menjadi spesies Paphiopedilum yang paling terancam punah di Papua. Berdasarkan IUCN, status konservasi P. glanduliferum dikategorikan ke dalam kategori Endangered (EN).
Paphiopedilum wilhelminae L.O.Williams (1942)
Spesies ini memiliki 6 synonim, yang terdeskripsi sebagai 1 spesies, 1 subspesies, 3 varian, dan 1 forma sebagai berikut:
- Paphiopedilum glanduliferum var. wilhelminae (L.O.Williams) P.J.Cribb (1986)
- Paphiopedilum praestans var. bicornutum O.Gruss (2014)
- Paphiopedilum praestans subsp. wilhelminae (L.O.Williams) M.W.Wood (1977)
- Paphiopedilum praestans var. wilhelminae (L.O.Williams) Braem (1998)
- Paphiopedilum praestans f. striatum (M.A.Clem. & D.L.Jones) O.Gruss
- Paphiopedilum striatumA.Clem. & D.L.Jones
Paphiopedilum wilhelminae memiliki bunga yang mirip dengan P. glanduliferum, namun berbeda di bagian petal yang lebih sedikit berpilin, lebih pendek (panjang sekitar 5-7 cm vs 9-10 cm di P. glanduliferum), dan lebih sedikit memiliki warts di tepi petalnya. Spesies ini merupakan spesies anggrek endemik Papua yang dapat ditemukan di hutan hujan pegunungan dari ketinggian 1700 sampai dengan 1800 m dpl. Tren populasi P. wilhelminae mengalami penurunan yang disebabkan karena kerusakan habitat, penebangan pohon, koleksi yang berlebihan untuk hortikultur, serta perdagangan regional dan internasional. Jumlah populasi dewasa diestimasikan cukup rendah dan terjadi penurunan populasi sejumlah 80% dalam 3 generasi terakhir. Berdasarkan catatan, sampai dengan saat ini hanya terdapat 5 lokasi populasi P. wilhelminae di Papua (Rankou, 2015). Berdasarkan IUCN, status konservasi P. wilhelminae dikategorikan ke dalam kategori Endangered (EN).
Paphiopedilum violascens Schltr. (1911)
Spesies ini memiliki 1 synonim, yakni Cordula violascens (Schltr.) Rolfe. Selain itu juga terdapat 3 infraspesifik (varian) yang diterima secara ilmiah antara lain, yaitu:
- Paphiopedilum violascens var. bougainvilleanum (Fowlie) Koop.
- Paphiopedilum violascens var. saskianum (O.Gruss & Roeth) Koop.
- Paphiopedilum violascens var. violascens
Paphiopedilum violascens dicirikan dengan staminode berbentuk subreniform-crescent shaped dan petal tanpa bintik hitam. P. violascens merupakan spesies anggrek endemik Papua yang hidup pada hutan hujan dataran rendah sampai hutan hujan pegunungan bawah dari ketinggian 200 sampai dengan 1300 m dpl. Populasi di alam tergolong sedikit dengan tren populasi yang cenderung turun tiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan oleh kerusakan habitat, penebangan pohon, koleksi ilegal, serta perdagangan regional dan internasional (Rankou, 2015). Berdasarkan IUCN, status konservasi P. violascens dikategorikan ke dalam kategori Endangered (EN).
Paphiopedilum papuanum (Ridl. ex Rendle) L.O.Williams (1946)
Spesies ini memiliki 3 synonim, yang terdeskripsi sebagai 2 spesies dan 1 forma sebagai berikut:
- Cypripedium papuanum ex Rendle (1915)
- Paphiopedilum papuanum f. alexejianum O.Gruss (2013)
- Paphiopedilum zieckianum Schoser (1967)
- Paphiopedilum sandyanum Cavestro & G.Benk (2022)
Paphiopedilum papuanum merupakan spesies yang sangat mirip dengan P. violascens. Namun P. papuanum memiliki bintik hitam di bagian petalnya dan staminode berbentuk bulan sabit. Spesies ini merupakan spesies endemik Papua yang dapat ditemukan di hutan hujan tropis dataran tinggi sampai hutan pegunungan dari ketinggian 750 sampai dengan 1700 m dpl. Tren populasi P. papuanum mengalami penurunan yang disebabkan karena perusakan habitat, penebangan pohon, koleksi ilegal, serta perdagangan regional dan internasional. Jumlah populasi dewasa diestimasikan kurang dari 50 individu dan terjadi penurunan populasi sejumlah 80% dalam 3 generasi terakhir (Rankou, 2015). Berdasarkan IUCN, status konservasi P. papuanum dikategorikan ke dalam kategori Endangered (EN).
Spesies Anggrek Papua yang dilindungi
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan sejumlah jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi melalui Permenlhk Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018. Diantara spesies tumbuhan dan satwa yang dilindungi tersebut terdapat 28 spesies anggrek. Sebanyak 15 spesies atau lebih dari 50% nya terdiri dari genus Paphiopedilum. Namun hanya 3 dari 4 spesies Paphiopedilum Papua yang dilindungi. Spesies tersebut yaitu P. glanduliferum, P. wilhelminae, dan P. violascens. Sedangkan P. papuanum belum terakomodir di dalam peraturan tersebut. Berdasarkan beberapa literatur dan pengamatan di forum jual beli anggrek, spesies Paphiopedilum papuanum banyak dikoleksi, diekspor, dan dijual secara ilegal ke luar negeri. Selain itu populasi populasi dewasa P. papuanum diestimasikan kurang dari 50 individu yang dalam 3 generasi terakhir terjadi penurunan populasi sejumlah 80%. Semoga ke depannya dapat dikategorikan sebagai salah satu spesies anggrek yang dilindungi.
Penulis : Reza Saputra (Calon Pengendali Ekosistem Hutan Balai Besar KSDA Papua Barat)
References:
Averyanov, L.V., P.V. The, L.P. Ke, H.N. Tien , C.C. Xuan, V.N. Tien, H.N. Quang. 2014. Field survey of Paphiopedilum canhii: from discovery to extinction. Slipper Orchids 2–11. Available at: http://www.rufford.org/files/www.slipperorchid.org__0.pdf
Govaerts R., Caromel A., Dhanda S., Davis F., Pavitt A., Sinovas P., & Vaglica V. 2018. CITES Appendix I Orchid Checklist. Royal Botanic Gardens, Kew, Surrey, and UNEP-WCMC, Cambridge.
Plants of the World Online (=POWO Kew). 2019. http://powo.science.kew.org/?, diakses pada 11 Desember 2019.
Rankou, H. & O’Sullivan, R. 2015. Paphiopedilum glanduliferum. The IUCN Red List of Threatened Species 2015: e.T43320333A43327839. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2015-2.RLTS.T43320333A43327839.en
Rankou, H. 2015. Paphiopedilum papuanum. The IUCN Red List of Threatened Species 2015: e.T43321681A43327934. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2015-2.RLTS.T43321681A43327934.en
Rankou, H. 2015. Paphiopedilum wilhelminae. The IUCN Red List of Threatened Species 2015: e.T43323305A43328044. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2015-2.RLTS.T43323305A43328044.en
Rankou, H. 2015. Paphiopedilum violascens. The IUCN Red List of Threatened Species 2015:e.T43323222A43328034. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2015-2.RLTS.T43323222A43328034.en
Slipper Orchids. 2006. Paphiopedilum papuanum (Ridl. ex Rendle) L.O.Williams. http://www.slipperorchids.info/paphdatasheets/sigmatopetalum/papuanum/index.html, diakses pada 11 Desember 2019.