Penataan Sarana dan Prasarana Wisata di Pulau Rinca TN Komodo Tetap Patuhi Kaidah Konservasi

SIARAN PERS

Nomor: SP. 449/HUMAS/PP/HMS.3/10/202

Taman Nasional Komodo (TNK) yang ditunjuk pada tahun 1980 memiliki label global, sebagai Cagar Biosfer (1977) dan Warisan Dunia (1991) oleh UNESCO, memiliki luas 173.300 Ha, terdiri dari 58.449 Ha (33,76%) daratan dan 114.801 Ha (66,24%) perairan. Dari luas tersebut, ditetapkan Zona Pemanfaatan Wisata Daratan 824 Ha (0,4%) dan Zona Pemanfaatan Wisata Bahari 1.584 Ha (0,95%). Jadi pengembangan wisata alam sangat dibatasi, hanya pada Zona Pemanfaatan tersebut. Ini prinsip kehati-hatian yang ditetapkan sejak dari perencanaan ruang kelola di TNK tersebut.

Aktivitas wisata di TNK selama ini telah menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara. Sejak ditetapkan sebagai TN hingga saat ini sarana prasarana (sarpras) di TNK terus dikembangkan baik untuk wisata edukasi, maupun penelitian. Penataan sarpras yang sedang dilakukan di Lembah Loh Buaya Pulau Rinca TNK oleh Kementerian PUPR telah mencapai 30% dari rencana yang akan selesai pada Bulan Juni 2021. Saat ini penataan tengah memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap, dan pembuatan tiang pancang.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno menyebut jumlah populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya relatif stabil bahkan meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Total jumlah biawak komodo pada 2018 sebanyak 2.897 individu dan pada tahun 2019 bertambah menjadi 3.022 individu atau bertambah 125 individu. Konsentrasi populasinya berada di Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Hanya sebanyak 7 individu di Pulau Padar, 69 individu di Gili Motang, dan 91 individu di Nusa Kode.

“Populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya adalah 5% dari populasi di Pulau Rinca atau sekitar 66 ekor. Bahkan populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya selama 17 tahun terakhir relatif stabil dengan kecenderungan sedikit meningkat di 5 tahun terakhir,” ujar Wiratno.

Dari fakta tersebut Wiratno menyebut bahwa jika dilindungi secara serius dan konsisten, dengan meminimalisasi kontak satwa, maka aktivitas wisata pada kondisi saat ini dinilai tidak membahayakan populasi biawak komodo di areal Lembah Loh Buaya seluas 500 Ha, atau sekitar 2,5% dari luas Pulau Rinca yang mencapai 20.000 Ha.

Kegiatan penataan sarpras (dermaga loh buaya, pengaman pantai, evelated deck, pusat informasi, pondok ranger/peneliti/pemandu) berada pada wilayah administrasi Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Untuk itu, kegiatan pengangkutan material pembangunan yang menggunakan alat berat harus dilakukan, karena tidak dimungkinkan menggunakan tenaga manusia. Penggunaan alat-alat berat seperti truk, ekskavator dan lain-lain, telah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

“Berdasarkan pengamatan, jumlah biawak komodo yang sering berkeliaran di sekitar area penataan sarpras di Loh Buaya diperkirakan ±15 ekor. Beberapa diantaranya memiliki perilaku yang tidak menghindar dari manusia. Guna menjamin keselamatan dan perlindungan terhadap biawak komodo termasuk para pekerja, seluruh aktivitas penataan sarpras diawasi oleh 5 – 10 ranger setiap hari. Mereka secara intensif melakukan pemeriksaan keberadaan biawak komodo termasuk di kolong-kolong bangunan, bekas bangunan, dan di kolong truk pengangkut material,” jelas Wiratno.

Populasi biawak komodo di kawasan TNK berada di lima pulau utama, yaitu di Pulau Komodo, Rinca, Padar, Nusa Kode (Gili Dasami) dan Gili Motang. Sementara di Pulau Flores tercatat biawak komodo dapat ditemukan di empat kawasan konservasi, yaitu Cagar Alam Wae Wuul, Wolo Tado, Riung, dan di Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau, tepatnya di Pulau Ontoloe. Selain itu populasinya juga dapat ditemukan di area hutan lindung, area penggunaan lain (APL) di pesisir barat dan utara pulau Flores serta pada areal KEE (Kawasan Ekosistem Esensial) Hutan Lindung Pota.

Biawak komodo (Varanus komodoensis) merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang paling dikenal oleh masyarakat dunia. Satwa biawak komodo dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor. 106/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/12/2018. Penduduk asli Pulau Komodo menyebut dengan nama setempat “ora”, memiliki morfologi dan ukuran tubuh yang sangat besar, menjadikan biawak komodo dikenal sebagai kadal terbesar yang masih hidup dan merupakan salah satu reptil paling terkenal di dunia.

Pada saat Pandemi, pengunjung TNK di Pulau Rinca juga dibatasi hanya ±150 orang per hari, bahkan pada hari-hari biasa hanya 10 –15 orang per hari. Hal ini demi menjaga kelestarian satwa biawak komodo, serta menyukseskan arahan pemerintah untuk mencegah penyebaran Virus Covid-19.

Dalam rangka mendukung kerja penataan sarpras wisata alam, yang nantinya akan menjadi lebih baik bagi pengunjung di Resort Loh Buaya, maka Balai TNK KLHK menutup sementara Resort Loh Buaya TNK terhitung sejak tanggal 26 Oktober 2020 hingga 30 Juni 2021, dan akan dievaluasi setiap 2 (dua) minggu sekali. Progress pembangunan akan diinformasikan oleh petugas. Tempat/lokasi destinasi lain seperti Padar, Loh Liang (Pulau Komodo), Pink Beach dan Spot Dive (Karang Makasar, Batubolang, Siaba, Mawan, dll) masih tetap dibuka.(SA)