Penemuan Kembali Anggrek Hantu, Taeniophyllum conoceras Schltr., Setelah 105 tahun tidak ditemukan
Sorong, 24 Oktober 2020. Anggrek hantu pada umumnya merujuk pada jenis atau kelompok anggrek yang sulit dilihat, seperti kelompok anggrek Holomycotrophic (Gastrodia, Didymoplexiella, Didymoplexis, dll) dan kelompok anggrek yang umumnya tanpa daun (Taeniophyllum, Chiloschista, Dendrophylax, dll). Perlu perhatian lebih untuk dapat menemukan jenis-jenis anggrek hantu. Misalnya untuk menemukan Gastrodia yang umumnya memiliki karakter menyerupai atau berkamuflase dengan serasah daun di lantai hutan. Hal tersebut dikarenakan Gastrodia tidak berdaun dan tidak memiliki klorofil, sehingga warna anggrek tersebut umumnya putih, coklat, atau warna pucat. Selain itu, anggrek ini lebih sering berada di dalam tanah dan ketika cadangan makanan telah cukup banyak, barulah fase perbungaan muncul. Oleh karena itu Gastrodia sulit ditemukan dan disebut sebagai anggrek hantu. Sulitnya menemukan anggrek hantu menjadi tantangan dan kepuasan tersendiri oleh sebagian pengamat anggrek. Salah satu kelompok anggrek hantu yang juga sulit ditemukan adalah Taeniophyllum.
Taeniophyllum merupakan genus anggrek yang terdiri dari sekitar 244 species dan tersebar dari Afrika, Sri Lanka, Taiwan, Jepang, Malaysia, Indonesia, Papua New Guinea, Australia, sampai Tahiti. Taeniophyllum memiliki persebaran utama di Pulau Papua dengan diversitas sekitar 90 spesies dan masih sangat mungkin ditemukannya spesies baru. Beberapa diantaranya hanya ditemukan satu kali oleh peneliti pertama/penemu spesies tersebut dan tidak pernah ditemukan lagi hingga saat ini. Umumnya disebabkan karena kelompok Taeniophyllum merupakan kelompok anggrek yang non-eksotis dan tidak memiliki nilai jual, sehingga tidak banyak orang mencari jenis anggrek tersebut.
Pada tahun 2018, eksplorasi anggrek di Taman Wisata Alam Sorong yang dilakukan oleh Balai Besar KSDA Papua Barat berhasil menemukan anggrek Taeniophyllum conoceras Schltr. Penemuan anggrek tersebut terakhir dilaporkan oleh Rudolf Schlecther, penemu sekaligus pendeskripsi T. conoceras, pada tahun 1913 di Madang, Papua New Guinea. Line drawing dari spesies tersebut pun baru dipublikasikan pada tahun 1928. Anggrek tersebut belum pernah ditemukan setelahnya sampai dengan tahun 2018. Oleh karena itu, anggrek ini terhitung sudah 105 tahun tidak ditemukan!. Penemuan kembali (rediscovery) anggrek T. conoceras ini menjadi catatan baru (new record) untuk persebaran di Indonesia sekaligus menjadi pendokumentasian lengkap dengan foto untuk pertama kalinya. Selain itu, penemuan ini menjadi penting mengingat spesimen type T. conoceras di herbarium Berlin yang besar kemungkinan sudah hancur karena peristiwa Pengeboman pada Perang Dunia kedua.
Taeniophyllum conoceras atau ‘The Conic Horn Taeniophyllum’ merujuk pada ciri khas bentuk spur yang seperti tanduk (horn) conic. Anggrek ini hanya ditemukan sebanyak satu individu di daerah teduh di hutan hujan tropis dataran rendah, yaitu TWA Sorong. Rediscovery atau penemuan kembali spesies ini telah dipublikasikan pada Jurnal Biologi Papua, Buku ‘Orchids of Sorong Nature Recreation Park’, Website Orchids New Guinea, dan Plants of the World Online Kew (RS).