Penemuan Kembali (Rediscovery) anggrek hantu Torricelli setelah 114 tahun tidak ditemukan
Pulau Papua telah lama dikenal sebagai surga keanekaragaman jenis anggrek. Artikel ini akan membahas salah satu anggrek endemik Papua yang cukup langka, yaitu Anggrek Hantu Torricelli atau Didymoplexis torricellensis Schltr..
Penemuan kembali D. torricellensis, atau yang dikenal sebagai Anggrek Hantu Torricelli, setelah lebih dari satu abad menghilang atau sekitar 114 tahun, mencatatkan spesies ini sebagai rekaman baru bagi Papua Barat dan Indonesia. Selain itu, foto yang ditampilkan ini merupakan dokumentasi pertama untuk spesies ini, menampilkan keindahan yang unik dari anggrek hantu. Anggrek ini sangat sulit terlihat dan ditemukan, sehingga kerap disebut sebagai “anggrek hantu.” Untuk menemukannya, kita memerlukan ketajaman penglihatan yang luar biasa, karena anggrek ini mampu berkamuflase dengan sempurna di antara serasah daun coklat yang tersebar di lantai hutan.
Anggrek ini termasuk dalam kelompok anggrek mikoheterotrofik, yang tidak memiliki klorofil maupun daun, sehingga seluruh siklus hidupnya bergantung pada jamur mikoriza. Anggrek ini hanya muncul di permukaan tanah ketika berbunga. Setelah masa berbunga dan berbuah selesai, anggrek ini akan kembali ke fase dorman di dalam tanah, menyimpan cadangan makanan yang diperolehnya ke dalam umbinya. Bila cadangan makanan tersebut mencukupi, barulah ia kembali berbunga. Uniknya, anggrek ini bisa berada dalam fase dorman di dalam tanah bertahun-tahun. Ketika akhirnya berbunga, bunga tersebut hanya mekar beberapa hari, kemudian diikuti oleh fase berbuah yang hanya bertahan beberapa minggu. Karena siklus hidup yang spesifik ini, anggrek hantu tergolong langka dan sulit ditemukan di alam.
Sebelumnya, anggrek ini hanya ditemukan satu kali di Pegunungan Torricelli pada tahun 1909 oleh Rudolf Schlechter, seorang ahli botani Jerman yang dijuluki “Bapak Anggrek Region Papuasia.” Schlechter telah mendeskripsikan lebih dari 1.117 spesies baru, melampaui pencapaian J.J. Smith dengan 537 spesies, sebuah rekor penemuan yang sangat sulit dilampaui.
Spesimen tipe D. torricellensis (Schlechter 20309) yang sebelumnya disimpan di Herbarium Berlin telah rusak akibat serangan bom saat Perang Dunia II. Oleh karena itu, rediscovery di Cagar Alam Pegunungan Tamrau Utara menjadi penemuan yang sangat signifikan. Didukung oleh GIZ Forclime, Reza Saputra (Pengendali Ekosistem Hutan dari BBKSDA Papua Barat) beserta tim PEH, Polhut, dan satu mahasiswa Universitas Victory melaksanakan eksplorasi anggrek di kawasan tersebut pada tahun 2023, dan berhasil menemukan kembali spesies ini.
Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas yang luar biasa, dan merupakan tugas kita semua untuk melindungi dan melestarikannya. Semoga dengan menjaga biodiversitas ini, kita dapat memanfaatkannya dengan bijak untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kegiatan eksplorasi dan rediscovery anggrek hantu Taeniophyllum torricellensis ini didukung oleh GIZ Forclime
Penulis: Reza Saputra & Junial Agaki (Pengendali Ekosistem Hutan BBKSDA Papua Barat)