Spesies Asing Invasif mungkin memiliki ancaman yang lebih tinggi dari yang pernah diperkirakan sebelumnya, khususnya pada kawasan konservasi
Sorong, 7 November 2020. Penelitian terbaru mengenai ancaman spesies invasif terhadap kawasan konservasi, khususnya di situs warisan dunia (World Heritage Sites – UNESCO) telah dilakukan. Penelitian tersebut memeriksa dokumen spesies invasif pada 241 situs warisan dunia dan menemukan banyak ketidak konsistenan pada laporannya. Oleh karena itu, salah satu output penelitian ini adalah mengembangkan framework atau kerangka kerja untuk inventarisasi dan monitoring spesies invasif di kawasan konservasi secara lebih sistematis. Beberapa aspek yang harus diambil untuk mengisi data framework tersebut adalah jalur introduksi, keberadaan spesies asing invasif, dampak spesies tersebut, pengelolaannya saat ini, estimasi ancaman dan pengelolaannya di masa depan. Hasil akhir dari data kerangka kerja tersebut menghasilkan skor ancaman (Threat Score) pada masing-masing spesies di suatu kawasan konservasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Shackleton et al. ini juga memperlihatkan bahwa spesies asing invasif merupakan salah satu faktor utama kerusakan di kawasan konservasi. Lebih lanjut, penelitian tersebut memperlihatkan hampir 300 (tiga ratus) spesies asing invasif ditemukan dan menjadi ancaman pada lebih dari 100 kawasan situs warisan dunia dan kawasan konservasi. Kawasan konservasi memiliki tingkat keaslian atau native species yang tinggi dibandingkan dengan kawasan lain. Khususnya untuk kawasan dengan keanekaragaman tumbuhan unik, langka, dan endemik, menjadikan hal tersebut sebagai dasar dalam penentuan kawasan konservasi dengan tipe pengelolaan “cagar alam”. Oleh karena itu, salah satu kawasan prioritas untuk dilakukan inventarisasi spesies asing invasifnya adalah cagar alam.
Pada kawasan konservasi di Papua Barat belum banyak dilakukan inventarisasi ataupun monitoring spesies asing invasif. Namun, pada kawasan TWA Sorong pernah terlihat beberapa tumbuhan asing invasif, seperti Putri malu (Mimosa pudica L.), Sirih hutan (Piper aduncum L.), dan Rumput Minjangan (Chromolaena odorata L.). Selanjutnya pada kawasan TWA Gunung Meja tercatat sedikitnya 39 spesies tumbuhan asing invasif, diantaranya yaitu Ki Acret (Spathodea campanulata P. Beauv), Sembung Rambat (Mikania micrantha Kunth.), Tembelekkan (Lantana cammara L.), dan lain-lain. Spesies-spesies tumbuhan asing ini secara langsung berkompetisi dengan spesies tumbuhan asli dan endemik dari Papua. Beberapa jenis tidak dapat berkompetisi untuk mendapatkan nutrisi dan tempat hidup. Keseimbangan ekosistem menjadi terganggu dikarenakan datangnya spesies invasif tersebut. Mengingat akan bahayanya tumbuhan invasif, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan buku terkait spesies tumbuhan invasif, yaitu buku pengenalan jenis “A Guide Book to Invasive Plant Species in Indonesia” dan buku lapangan “Pedoman Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif”. (RS)