Konservasi Sumber Daya Ala Kampoeng Batara

Oleh: Silviana Dini Kunanti

“Juara 6 dalam kompetisi menulis Balai Besar KSDA Papua Barat”

 

Keberadaan hutan memiliki peran yang vital bagi kehidupan manusia. Beragam jenis tanaman maupun tumbuhan hidup dan menyokong berbagai aktivitas manusia. Gundulnya hutan seringkali menimbulkan bencana sehingga polemik negara kian bertambah. Banjir, tanah longsor, dan kekeringan adalah akibat-akibat yang marak terjadi di Indonesia sebagai dampak eksploitasi hutan tanpa didukung oleh kepedulian. Penebangan liar atau illegal logging menyebabkan hilangnya daerah resapan air sehingga mengakibatkan tanah longsor dan banjir saat penghujan serta kekeringan saat kemarau.

Peran vital hutan tersebut ditangkap baik oleh sekelompok masyarakat yang berada di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun tak secara gamblang berbicara mengenai hutan beserta sumber dayanya, namun tindakan yang dilakukan sekelompok masyarakat ini membuktikan adanya kepedulian terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. Lingkungan Papring Kelurahan Kalipuro merupakan salah satu daerah di Kabupaten Banyuwangi yang wilayahnya berada di tepi hutan tepat di bawah kaki Gunung Raung dan berjarak 15 kilometer dari pusat kota. Papring kini menjadi salah satu lokasi yang banyak dikunjungi oleh masyarakat karena keberadaan Sekolah Adat Kampoeng Batara.

Kampoeng Batara (Kampoeng Baca Taman Rimba) merupakan sekolah adat yang didirikan oleh seorang warga Papring yang memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan pada 10 Oktober 2015. Berawal dari fenomena tingginya angka putus sekolah, pernikahan dini, dan menghindari kecanduan masyarakat terhadap gadget, Widie Nurmahmudy tergerak untuk mendirikan sekolah non-formal dengan pembelajaran berbasis adat dan lingkungan. Adapun topik pembelajaran yang diberikan antara lain tradisi, permainan tradisional, dan pengenalan hutan. Materi-materi tersebut diberikan bukan tanpa alasan mengingat kondisi geografis dan demografis yang sangat mendukung.

Papring sebagaimana asal namanya Panggone Pring atau tempatnya bambu memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Lokasinya yang berada tepat di tepi hutan membuat daerah ini cocok untuk ditanami bambu yang notabene memiliki kemampuan untuk menyerap 90% air hujan sehingga mampu mencegah terjadinya erosi maupun banjir. Bukan saja berfungsi dalam upaya konservasi sumber daya dan lingkungan, penanaman bambu juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Seperti yang dilakukan saat puncak ulang tahun Kampoeng Batara yang keempat pada 2019 lalu, masyarakat bersama-sama menanam bambu di perbatasan wilayah Papring dengan KPH Banyuwangi. Kegiatan ini menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan setelah dimanfaatkan.

Papring dikenal sebagai daerah penghasil besek atau anyaman bambu yang digunakan sebagai tempat makanan saat hajatan. Kurang lebih 90% masyarakatnya berprofesi sebagai pembuat besek. Selain itu permainan tradisional egrang yang menjadi permainan tradisional masyarakat Papring juga memanfaatkan bambu sebagai bahan bakunya. Pembuatan besek dan permainan tradisional egrang yang menjadi materi di Sekolah Adat Kampoeng Batara menunjukkan semakin tingginya peluang terhadap konservasi sumber daya. Ditambah lagi dengan antusiasme belajar masyarakat Papring yang semakin membaik setelah datangnya dukungan dari berbagai pihak.

Jika dikaji lebih mendalam, Sekolah Adat Kampoeng Batara yang berlokasi di Lingkungan Papring ini memiliki peran terhadap konservasi sumber daya meskipun tidak secara langsung. Terkenalnya Papring sebagai penghasil besek dan permainan tradisional egrang yang saat ini diangkat menjadi materi dalam Kampoeng Batara akan menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap tanaman bambu. Ketergantungan inilah yang kemudian dapat diarahkan pada realisasi kegiatan positif bagi lingkungan terutama hutan yaitu penanaman bambu. Manfaat dari kegiatan tersebut nantinya akan kembali kepada masyarakat Papring seperti eksploitasi dan mencegah terjadinya erosi, banjir, maupun kekeringan.