Catatan Penelitian di Cagar Alam Pegunungan Fakfak, Papua Barat
“Aku belum pernah melihat hutan yang begitu indah. Inikah hutan Papua ?”
Tinggal di dalam hutan belantara merupakan impian petualang sejati. Apalagi hutan Papua yang terkenal masih terjaga keperawanannya. Tanggal 10 Maret 2016, saya dan teman-teman Tim Flora Fauna Ekspedisi NKRI 2016 berkesempatan mengunjungi pegunungan yang terbilang angker menurut kepercayaan orang lokal. Namun hal tersebut tidak sedikitpun mengurangi semangat kami untuk mengeksplorasi potensi flora dan fauna yang ada. Sejuknya embun pagi dan harumnya aroma hutan, selalu membuat kami semangat dan bergairah untuk melakukan eksplorasi. Berikut catatan singkat tentang petualangan kami di Cagar Alam Pegunungan Fakfak, Papua Barat.
—–
Cagar Alam Pegunungan Fakfak merupakan satu-satunya cagar alam di Kabupaten Fakfak yang membentang luas melewati Distrik Fakfak Barat, Fakfak, Fakfak Tengah, Fakfak Timur Tengah, sampai Distrik Fakfak Timur. Menurut kami, hutan ini merupakan hutan yang sangat asri, belantara, rapat, dan sulit ditembus. Kerapatan pohon yang tinggi membuat cahaya sulit menembus canopy layer. Jarang sekali terdapat cahaya langsung pada understory layer (lantai hutan). Tiap pagi, sering terdengar oleh kami suara burung kakak tua raja (Probosciger atterimus), kakatua jambul kuning (Cacatua galerita), dan julang papua (Rhyticeros plicatus) yang sejenak melintas diatas basecamp seraya mencari makan. Hal tersebut seperti penyemangat di pagi hari untuk menjelajahi hutan ini seharian. Hutan yang selalu membuat kami rindu.
Pencarian flora dan fauna yang tersimpan di kawasan ini dimulai pada pagi hari untuk pengamatan tumbuhan dan fauna diurnal, dan pengamatan malam untuk fauna nocturnal. Metode yang kami gunakan adalah metode eksploratif dengan penentuan titik pengamatan berdasarkan rekomendasi penduduk lokal, analisis ecoregion target, dan kesepakatan tim. Kami mengeksplorasi beberapa titik yang diduga menyimpan kekayaan flora dan fauna yang tinggi. Beberapa hari melakukan eksplorasi, kami mendengar nyanyian burung cendrawasih. Benar saja ! ternyata ada seekor cendrawasih jantan yang sedang menari dan bernyanyi untuk memikat hati sang betina. Nyanyian Hutan, Tarian Rimba. Wahai pemilik keindahan alam semesta, indah sekali momen yang kami lihat itu. Sayangnya, keterbatasan alat dan rapatnya hutan membuat kami gagal mengabadikan momen tersebut. Selain itu, kami juga menemukan beranekaragam jenis ular, katak, dan serangga. Jelas saja, hutan yang masih perawan ini masih sangat sering dijumpai hewan-hewan tersebut, khususnya ular.
Pencarian flora sedikit berbeda dengan bidang fauna. Telah diketahui sebelumnya, bahwa penelitian terkait inventarisasi anggrek ditempat ini belum pernah dilakukan. Selain itu, pembangunan yang ada di Kabupaten Fakfak sedang gencar-gencarnya dilakukan, yang sedikit banyak akan berakibat pada degradasi hutan dan menurunnya populasi anggrek. Oleh karena itu, kami memfokuskan famili anggrek (Orchidaceae) sebagai target pencarian flora di Cagar Alam Pegunungan Fakfak. Dalam 2 hari pengamatan saja ditemukan 18 jenis anggrek, dengan rincian 9 anggrek epifit, 7 anggrek teresterial, dan 2 anggrek saprofit. Terdapat hal menarik, yaitu penemuan jenis anggrek yang diduga sebagai jenis baru dari genus Gastrodia. Anggrek tersebut saat ini masih dalam proses penelitian lebih lanjut oleh ahli anggrek dari LIPI. Jika meleset, terdapat kemungkinan bahwa jenis tersebut merupakan catatan baru dengan daerah persebaran di Papua. Menurut saya pribadi, Cagar Alam Pegunungan Fakfak tergolong tempat yang cukup kaya akan keragaman anggrek.
Pengeksplorasian dihentikan di hari ke 5, dikarenakan medan yang cukup sulit, kekurangan logistik, semangat dan kondisi mental tim yang menurun akibat serangan makhluk astral. Padahal jika waktu eksplorasi ditambah, diduga akan menemukan hal yang menarik lebih banyak. Kami baru sadar terdapat tempat yang indah di negeri ini, jauh di timur Indonesia, yaitu Fakfak. Kota tua yang damai dengan jutaan rahasia yang belum banyak dapat kami gali potensinya.
Sebagai warga negara Indonesia, kita seharusnya berbangga memiliki kekayaan alam yang melimpah warisan perjuangan para leluhur. Rasa bangga tersebut diekspresikan dengan cara mempertahankan dan menjaga kekayaan alam, agar tidak rusak dan dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Hal kecil tersebut mungkin dapat merubah Indonesia menjadi negara yang lebih baik lagi kedepannya, khususnya dalam menjaga kelestarian keanekaragaman hayati. Seseorang belum layak dikatakan mencintai Indonesia, jika masih apatis dengan kekayaan biodiversitas yang ada di negeri ini. Salam Lestari! Salam Konservasi!
Note: Tulisan ini merupakan tulisan Reza Saputra (PEH BBKSDA Papua Barat) ketika menjalani penelitian sewaktu kuliah. Tulisan ini telah dipublikasi oleh Tamboramuda (http://www.tamboramuda.org/2016/07/catatan-penelitian-di-cagar-alam.html)