Mengenal Rangkong dari Timur : Julang Papua
Rangkong adalah burung dari famili Bucerotidae. Dalam Bahasa Yunani “Buceros” memiliki arti “Tanduk Sapi”. Hal tersebut merujuk pada morfologi rangkong yang memiliki paruh berbentuk tanduk sapi apabila dilihat dari samping. Terdapat 62 jenis rangkong di dunia yang tersebar dari Afrika (30 jenis) hingga Asia (32 jenis). Dari 32 jenis rangkong yang ada di Asia, 13 jenis diantaranya dapat dijumpai di Indonesia. Satu-satunya jenis rangkong yang ada di wilayah timur Indonesia adalah Julang Papua (Rhyticeros plicatus).
Julang Papua merupakan jenis satwa yang termasuk dimorfik, yaitu satwa yang memiliki penampakan berbeda antara jantan dan betinanya. Julang Papua memiliki panjang tubuh dengan rentang 60-65 cm. Jantan mempunyai paruh yang lebih besar dan berwarna dibandingkan betina. Selain itu jantan mempunyai tenggorokan berwarna putih, bagian kepala berwarna coklat dan mata berwarna merah. Sedangkan betina mempunyai tenggorokan berwarna biru, bagian kepala dan mata berwarna hitam (Gambar 1). Tonjolan di atas paruh Julang Papua disebut balung atau casque. Balung tersebut membentuk seperti garis lipatan yang menunjukkan usia Julang Papua. Semakin banyak garis lipatan pada balung, menandakan semakin bertambahnya usia Julang Papua.
Populasi Julang Papua
Kajian mengenai populasi Julang Papua saat ini masih sangat jarang dilakukan, sehingga data-data yang ada juga masih sangat terbatas. Menurut Hoyo et. al. (2001), ukuran populasi Julang Papua secara global belum dikuantifikasi, tetapi Julang Papua dapat dijumpai di banyak area dengan jangkauan yang luas. Meski begitu populasi Julang Papua diduga mengalami penurunan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosyadi et.al. (2015), Julang Papua merupakan salah satu jenis burung yang dipelihara oleh warga di Tobelo dan Ternate. Sedangkan di Kampung Soaib, Distrik Kemtuk, Jayapura, Julang Papua biasa dimanfaatkan bulu sayap dan ekornya sebagai perhiasan tubuh dalam memperagakan kesenian tari-tarian adat pada saat pelantikan ondoafi (kepala kampung) baru (Beno et.al., 2009).
Invetarisasi Julang Papua di TWA Sorong
. Kurangnya kajian populasi Julang Papua yang merupakan satwa dilindungi, menjadi dasar Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Papua Barat untuk melakukan inventarisasi populasi Julang Papua. Inventarisasi Julang Papua dilakukan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Sorong yang merupakan salah satu habitat dari Julang Papua. Inventarisasi dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2019. Metode pengambilan data yang dipakai adalah meetode kombinasi antara jalur dan titik hitung. Pengamatan dilakukan pada lima jalur yang meliputi blok perlindungan, rehabilitasi dan pemanfaatan. Inventarisasi dilaksanakan oleh tujuh Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Besar KSDA Papua Barat dengan bantuan para petugas resort TWA Sorong.
Berdasarkan hasil inventarisasi didapatkan hasil bahwa jumlah populasi Julang Populasi di TWA Sorong sebanyak 90 individu dengan kepadatan populasi yaitu 0,095 ind/ha. Julang Papua paling banyak teridentifikasi saat terbang, dikarenakan suara kepakan sayapnya yang keras sehingga memudahkan pengamat dalam mengidentifikasi. Pada saat pelaksanaan inventarisasi, Julang Papua mencari pakan di luar kawasan TWA Sorong. Hal ini disebabkan sumber pakan Julang Papua yaitu buah dari Ficus sp. belum berbuah, sehingga Julang Papua mencari pakan ke arah pantai. Menurut Rangkong Indonesia, Julang Papua juga mengonsumsi hewan seperti kepiting.
Identifikasi aktivitas Julang Papua merupakan salah satu tujuan dari kegiatan inventarisasi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, aktivitas Julang Papua yang teridentifikasi yaitu terbang, calling, bertengger dan bermain dengan pasangan. Semua jenis rangkong memiliki suara yang keras dan terdengar sampai lebih dari satu kilometer (Kinnaird dan O’Brien, 1997). Aktivitas calling pada kelompok rangkong dilakukan pada waktu-waktu tertentu yaitu pada pagi dan sore hari (Noefahmy, 2008). Aktivitas ini dilakukan oleh setiap kelompok untuk menandakan keberadaan individu dalam kelompok atau antar kelompok pada suatu lokasi (Azizah, 2010). Selain itu calling juga dilakukan oleh rangkong untuk menandai dimulai atau berakhirnya aktivitas rangkong.
Pemanfaatan pohon sebagai tempat bertengger oleh Julang Papua bergantung pada kondisi cuaca. Julang Papua dijumpai berjemur, bermain dengan pasangan dan mencari pakan buah di tajuk bagian atas pohon yang terbuka ketika kondisi cuaca yang cerah dan tidak terlalu panas, khususnya pada pagi dan sore hari. Namun Julang Papua terbang ke bagian tengah hutan yang rapat dan bertengger di dalam tajuk yang rimbun pada siang hari ketika cuaca panas. Hal ini diduga karena adanya kebutuhan untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap normal pada kondisi cuaca panas dan mengakses pakan yang berada di tengah hutan yang rapat (Gale dan Thongaree 2006)
Julang Papua hidup menetap bersama pasangannya (manogamus) di dalam wilayah teritorinya. Julang Papua dijumpai beraktivitas selalu dengan pasangannya, namun juga terkadang teramati dalam kelompok kecil. Perilaku bersarang Julang Papua cukup unik yaitu, betina berada di dalam lubang sarang kemudian bersama jantan menutup seluruh lubang dengan lumpur, dan membuat celah kecil untuk dapat memasukkan pakan yang dibawa oleh jantan di dalam kerongkongannya kemudian memuntahkannya kepada betina dan anakan (Kinnaird & O’Brien 1997). (NAP)
Daftar Pustaka
Azizah N. 2010. Perencanaan Wisata Burung Rangkong (Famili Bucerotidae) Di Harapan Rainforest Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Beno M, Ohee HL. 2009. Pengetahuan konservasi tradisional burung endemic pada masyrakat Kampung Soaib di Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura. Jurnal Biologi Papua. 1(1): 15-19.
Gale GA, Thongaree S. 2006. Density estimate of nine hornbill species in a lowland forest site in southern Thailand. Birds Conservation International. 16 (1): 57-69.
Hoyo J, Elliot A, Sargatal J. 2001. Handbook of the Birds of the World, Vol 6: Mousebirds to Hornbills. Barcelona (ES): Lynx Edition.
Noefahmy S. 2008. Hubungan Ukuran Kelompok dan Sebaran Pohon Makanan dengan Luas Daerah Jelajah Pada Enggang Klihingan (Annorhinus galeritus Reichenbach, 1849) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Negeri Jakarta
Pratt TK, Beehler BM. 2014. Birds of New Guinea Second Editon. Princeton (US): Princeton University Press.
Rosyadi I, Tetuka B, Embeua E, Mukaram E, Barakai N, Djorebe R. 2015. Perilaku memelihara burung paruh bengkok di Maluku utara. Acta Veterinaria Inonesiana. 3(2):51-57.
Kinnaird MF, O’Brien. 1997. Hornbill. Di dalam: Jepson P. Birding Indonesia. Singapore. Periplus Edition (HK) Ltd.