Pentingnya Perlindungan dan Pengamanan Berbasis Kehutanan untuk Mencegah Pandemi
Oleh: Christina Roganda Manurung
“Juara 4 dalam kompetisi menulis Balai Besar KSDA Papua Barat”
Banyak dari masyarakat yang belum memahami apa itu konservasi dan seberapa penting tujuan dari konservasi. Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati memberikan pengertian konservasi, yaitu pengelolaan sumber daya alam hayati dimana pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana demi menjamin kesinambungan persediaan hayati dengan meningkatkan dan memelihara kualitas keanekaragaman nilainya.
Lalu apa yang mendasari konservasi dianggap sangat penting? Manusia hidup dan bergantung dengan memanfaatkan apa yang telah disediakan oleh alam. Sayangnya manusia sering tidak sadar bahwa pemanfaatan sumber daya alam hayati secara tidak bijaksana justru berdampak buruk. Dampak paling buruk adalah sumber daya alam hayati tersebut akan menjadi langka, bahkan punah. Kelangkaan dan kepunahan berbagai sumber daya alam hayati sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup manusia. Maka disinilah tujuan penting dari konservasi yaitu untuk melestarikan serta menghindari dari kerusakan dan kepunahan. Karena ketika alam dimanfaatkan dengan bijaksana dan tetap terjaga dengan baik maka manusia juga akan merasakan kesejahteraan, disinilah letak hubungan timbal balik antara manusia dan alam. Alam untuk manusia, dan manusia untuk alam.
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Keberadaan hutan sangat penting bagi dunia dan manusia, namun justru hutanlah yang sering rusak oleh manusia. Salah satu dampak kerusakan dan hilangnya hutan telah menyebabkan adanya wabah penyakit mendunia. Baru-baru ini, tepatnya pada awal Agustus, sejumlah peneliti ekologi menerbitkan hasil kajiannya di jurnal Internasional Nature dengan menggunakan data dari 6.800 jenis ekosistem yang tersebar di 6 benua. Studi ini menganalisis hubungan antara hilangnya keanekaragaman hayati dan wabah penyakit. Dalam hasil penelitian tersebut disebutkan bahwa deforestasi mempunyai hubungan signifikan dengan wabah penyakit baru seperti Covid-19.
Salah satu pemanfaatan alam yang tidak bijaksana yaitu tingginya intensitas pemanfaatan satwa liar untuk tujuan perdagangan, koleksi, penangkaran, dan konsumsi. Hal ini dapat mentransmisikan virus dari hewan ke manusia. Kumpulan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu ekonom, ahli virologi, dan ahli ekologi juga berpendapat serupa. Hasil kajian mereka dipublikasikan di jurnal ilimiah Internasional Science, dengan judul “Ecology and economics for pandemic prevention”. Para Cendekiawan ini menunjukkan bahwa deforestasi dan perdagangan satwa liar, yang dapat menjadi inang patogen berbahaya, telah menyebabkan wabah penyakit dunia. Kedua faktor ini turut menyumbang beberapa penyakit dunia yang muncul dalam 50 tahun terakhir seperti HIV, Ebola, SARS dan Covid-19. Seperti kita ketahui, berbagai penelitian penelusuran genetik menunjukkan Covid-19 muncul dari spesies kelelawar yang diperdagangkan sebagai makanan di Tiongkok. Hubungan kegiatan ekonomi tersebut meningkatkan resiko penularan patogen ke manusia.
Lalu, bagaimana peran konservasi alam dalam mengatasi dan mencegah pandemi di masa yang akan datang? Salah satunya dengan kegiatan perlindungan dan pengamanan berbasis kehutanan. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Perlindungan dan pengamanan hutan bertujuan mencegah dan meminimalisir kerusakan hutan serta menjaga hak negara atas hutan dan hasil hutan, dan memiliki nilai strategis dalam kehidupan masyarakat dan negara dimana fungsi hutan sebagai sumber daya alam hayati, penyangga kehidupan dan merupakan aset daerah yang mempunyai manfaat ekologis dan ekonomis. Ketika hutan terjaga kualitasnya dengan baik, maka satwa liar yang berada didalamnya juga merasa tidak terancam.
Akhir-akhir ini perusakan hutan semakin meluas dan kompleks. Perusakan itu terjadi tidak hanya di hutan produksi, tetapi juga telah merambah ke hutan lindung ataupun hutan konservasi. Perusakan hutan telah berkembang menjadi suatu tindak pidana kejahatan yang berdampak luar biasa dan terorganisasi serta melibatkan banyak pihak, baik nasional maupun Internasional. Kerusakan yang ditimbulkan sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup Bangsa dan Negara. Oleh karena itu, pengelolaan dan penanganan kerusakan hutan harus dilakukan secara luar biasa. Untuk meningkatkan pengelolaan dan penanganan kerusakan hutan diperlukan sumber daya manusia yang berkeahlian, terampil, berdedikasi tinggi, tahan keterpencilan, dan berjiwa pelopor. Kurangnya sumber daya manusia yang profesional dan berdedikasi tinggi menjadi kendala yang berat dalam pembangunan kehutanan di masa depan terutama di kalangan dunia usaha kehutanan dan di daerah-daerah. Upaya pelestarian hutan memerlukan ilmu dan teknologi yang tepat yang sesuai dengan kondisi hutan yang beraneka ragam.
Pelestarian hutan juga memerlukan keserasian yang dinamis antara pengelolaan hutan, perkembangan masyarakat dan penduduk, perkembangan industri kehutanan, perdagangan dan pemanfaatan hasil hutan. Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih kurang ini akan menjadi kendala yang penting dalam pembangunan kehutanan di masa depan.
Keadaan kelembagaan dibidang kehutanan dan berbagai bidang pendukungnya masih belum sepenuhnya mampu mendukung pengembangan sistem produksi kehutanan yang tangguh dan lestari. Berbagai peraturan perundangan yang sudah ada pada umumnya masih belum dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan yang sesuai dengan keadaan lapangan dan yang serasi dengan berbagai peraturan perundangan lainnya, sehingga pelaksanaan pembangunan kehutanan seringkali berbeda dengan cita-cita yang tertulis dalam peraturan perundangan yang pokok. Oleh karena itu, semua aspek sangat dibutuhkan satu sama lain untuk lebih maju dan disiplin dalam upaya kegiatan perlindungan dan pengamanan berbasis kehutanan ini.